Lia: Built to Remember

Arya Sanubari
Chapter #17

Bab 15: Layangan dari Ujung Angin

Bab 15: “Layangan dari Ujung Angin”


[DAY 45/XX]


Angin pagi datang seperti anak kecil yang terlalu bersemangat menerobos celah atap dan menyapu dedaunan pisang dengan desir yang nyaris terdengar seperti tawa. Lia sudah duduk bersila di lantai pelataran sejak sebelum fajar sempurna mekar. Di depannya: bilah bambu tipis yang telah dikeringkan, selembar kertas minyak berwarna merah bata, lem aci buatan Ibu Sari, dan seutas benang kelapa tua yang dililitkan dengan sabar ke botol bekas sirup markisa.


Yadi baru bangun. Rambutnya masih acak-acakan seperti padang ilalang yang belum disisir angin, dan mata sayunya menatap punggung Lia dalam diam. Tak ingin merusak pagi yang begitu tenang.


Ia berjalan pelan, duduk di tangga serambi, dan mengamati seperti biasa. Lia sedang membangun sesuatu, dan setiap geraknya punya ritme. Tidak terburu-buru. Tidak setengah hati. Layaknya seorang penenun.


“Kenapa pagi-pagi sudah repot, Lia?” tanyanya sambil menguap. Udara masih dingin, dan suara alam belum dikalahkan oleh suara manusia.


Lia menoleh perlahan, senyum kecil terbentuk. “Hari ini angin bagus. Hari yang baik untuk menerbangkan sesuatu.”


Tangannya tetap bekerja. Bilah bambu disilang dengan presisi, dibalut benang seperti merangkai tulang sayap. Kertas minyak ditebarkan seperti kulit merah dan kuning, dua warna yang konon bisa memikat mata burung dan hati anak-anak.


Yadi menatap tangan Lia. Sedikit gemetar, tapi cekatan. Ia tahu bahwa setiap benda yang disentuh Lia menjadi lebih dari sekadar benda. Ia membuat layangan bukan hanya untuk diterbangkan. Ia sedang menciptakan kenangan. Sesuatu yang bisa ia tinggalkan di langit.


Lihat selengkapnya