Lia: Built to Remember

Arya Sanubari
Chapter #23

Bab 21 - Potongan mimpi

[DAY 51/XX]


Mimpi bukan sekadar bunga tidur. Kadang, ia adalah surat dari masa lalu yang belum sempat dikirim.



Malam itu bukan malam biasa.

Langit menggantungkan lebih banyak cahaya daripada kelam, seolah waktu belum sepenuhnya menyentuhnya.


Aku, versi kecil dari diriku yang kini duduk bersila di lantai ruang tengah. Buku pelajaran terbuka di pangkuan, halaman demi halaman penuh warna tentang tata surya, rasi bintang, dan jalur putih yang membelah semesta.

Tanganku menunjuk ke gambar Bima Sakti... sungai cahaya itu, yang tampak seperti susu tumpah di langit.


Ayah duduk di samping, matanya mengikuti arah telunjukku.


“Yah...”

Aku menengadah, ragu sejenak sebelum bertanya,

“...kenapa ada bintang yang lebih terang dari yang lain?”


Ayah tersenyum—senyuman yang jarang kulihat dalam hidup nyata. Tapi di mimpi ini, senyuman itu... utuh.

“Itu karena mereka lebih dekat… atau lebih besar,” katanya. “Atau mungkin... karena kita sedang benar-benar memperhatikan mereka.”


Aku mengangguk kecil, menatap kembali halaman buku.

“Kalau begitu... apakah aku juga berasal dari sana?” bisikku, nyaris tak terdengar. Seperti takut merusak keheningan malam.


Sebelum Ayah sempat menjawab, Ibu datang dari dapur, mengeringkan tangannya dengan kain. Ia berjongkok di sampingku, lalu mengelus rambutku pelan.


“Kita semua berasal dari sana, Nak,” katanya lembut.

“Dari bintang, dari cahaya... dari sesuatu yang sangat jauh tapi juga sangat dekat.”


Aku tersenyum lebar.

“Kalau begitu… aku ingin pulang ke rumah. Ke sana. Bertiga. Dengan Ibu dan Ayah.”


Tawa ringan mengalir di antara kami seperti arus sungai yang tenang.

Ayah mengacak rambutku.


“Kalau begitu kamu harus jadi astronot yang hebat, Yadi,” katanya. “Supaya bisa memimpin kita pulang.”


Dengan semangat polos yang meledak begitu saja, aku menegakkan punggung.

“Aku pasti bisa! Aku akan jadi astronot pertama yang pulang ke rumah!”


Ibu tertawa pelan, lalu berdiri sambil menepuk lututnya.

“Ayo, calon astronot kecilku. Bekal sekolahmu sudah siap. Nanti terlambat, loh.”

Lihat selengkapnya