Dimas menggaruk kepalanya, ia kebingungan mencari ke mana Liana pergi. Sedangkan siswa-siswi lainnya sudah keluar meninggalkan sekolah. Cowok itu mencari sepeda Liana di parkiran, tetapi tidak ada, maka ia langsung berasumsi bahwa gadis itu sudah pulang ke rumah. Dimas pun menunggangi motornya dan menyalakan mesin.
Dalam perjalanan pulang, Dimas merasakan angin semakin kencang menerpa tubuhnya. Ia pun menengadah dan melihat langit semakin menghitam, tanda bahwa hujan deras akan segera turun. Cowok itu takut akan kehujanan saat mengantarkan ibunya ke kantor keluarahan nanti. Dimas pun menarik gas dan menyalip dua becak di kirinya.
***
Saat melangkah di selasar pada jam pulang, Debi melihat Liana menaiki tangga di gedung laboratorium menuju ke lantai dua. Sontak ia pun menjambak rambut panjang Anita. Sekonyong-konyong Anita berhenti melangkah nyaris terjungkal.
“Aduh, sakit!” pekik Anita.
“Itu, si Albino ke mana?” Debi menunjuknya dengan jemari seraya mengarahkan wajah Anita menghadap tangga.
“Lah, iya,” gumam Anita. “Dia naik ke lantai dua.”
Debi melepas tangannya dari rambut Anita, lalu melihat ke belakang. Ia menemukan Dimas baru keluar dari pintu kelas, cowok itu tampak kebingungan. Debi pun sudah paham bahwa Dimas telah kehilangan jejak Liana. “Lihat! Itu Dimas, kayaknya dia udah kehilangan Liana,” bisik Debi.
Anita ikut menoleh ke belakang, lalu kedua gadis itu saling bertukar pandang. “Ini kesempatannya,” gumam Debi. Kini keduanya menyunggingkan senyum bersamaan.
Debi pura-pura jongkok dan membetulkan tali sepatu saat Dimas melewatinya. Debi melirik, cowok itu benar-benar tidak menyadari ke mana Liana pergi. Dimas melangkah menjauh dan berbelok menuju parkiran. Setelah Dimas hilang dari pandangan, Debi dan Anita langsung berlari ke gedung laboratorium, mereka berdua menaiki tangga dengan gugup, berharap agar tidak ikutan kehilangan jejak Liana seperti Dimas.
Kedua gadis itu saling dorong bersenda gurau saat melewati gerombolan kakak kelas di lantai dua yang melangkah pulang. Pandangannya tetap tertuju pada Liana di depan sana, gadis pucat itu menaiki tangga yang lain. Rooftop, batin Debi. Ia semakin girang mengamati langkah Liana dari kejauhan, begitu juga dengan Anita, seperti dua anak kecil yang melihat layangan putus di hadapannya.
***