Liberated

Chocola
Chapter #3

Rumor

“Bu Agni, ada yang cari, tuh. Ibu-ibu perlente. Camernya, ya?” Suara Erlin membuyarkan lamunan Agni. Tadi, dia sedang membersihkan Kelas Lily dari sisa plastisin yang hari ini menjadi bahan pembelajaran murid-muridnya.

Beragam karya seni murid-murid Kelas Lily terpajang rapi di meja guru, menunggu penilaian dari Agni. Setelah dinilai, plastisin beraneka bentuk itu akan dikembalikan kepada si pembuat agar bisa dibawa pulang. Murid-muridnya kini sudah pulang. Hanya tersisa guru-guru TK Bina Bangsa yang sedang membereskan pekerjaan mereka.

“Oh ya? Di mana?” Tanya Agni pada Erlin yang seumuran dengannya. Meski usia mereka tergolong masih muda, 24 tahun, tapi demi profesionalitas kerja mereka sepakat untuk saling memanggil “Bu” selama berada dalam lingkungan TK.

“Ada di ruang Kepsek, Bu. Duluan ya, Bu, udah dijemput nih,” pamit Erlin.

Agni melambaikan tangannya. “Hati-hati ya, Bu.”

Agni lantas membereskan sedikit pakaiannya agar terlihat rapi. Tas berisi make-up ada di ruang guru. Mungkin dia tidak akan sempat untuk membenahi riasannya karena ruang guru jika dirunut dari Kelas Lily terletak setelah ruang kepala sekolah. Jika wanita lain punya kesempatan untuk terlihat cantik di depan calon mertuanya, mungkin Agni tidak seberuntung itu.

Tidak ingin membiarkan calon mertuanya menunggu terlalu lama, Agni bergegas menuju ruangan kepala sekolah. Ruang guru tidak memiliki fasilitas untuk menerima tamu sehingga setiap tamu yang datang diarahkan ke ruangan kepala sekolah.

Tok tok!

Agni tak lupa mengetuk pintu ruangan terlebih dahulu sebelum membuka pintunya. Di dalam ruangan itu terlihat Sinta—calon ibu mertuanya—tengah menunggu sendirian. Hari ini memang kepala sekolah sedang absen karena anaknya sedang sakit sehingga ruangan itu tidak berpenghuni.

“Ma, gimana kabarnya?” Agni segera mencium tangan Sinta.

“Baik,” jawab Sinta singkat. Agni jadi khawatir karena Sinta berlaku lebih dingin dari biasanya. Apalagi dihampiri Sinta di TK, rasanya Sinta tidak pernah seniat ini untuk bertemu dengan Agni. Biasanya selalu ada Dhitya yang menjadi pihak ketiga untuk membangun komunikasi mereka yang terbilang masih canggung itu.

“Mau minum apa, Ma? Biar Agni buatin di pantry.” Bodohnya Agni, baru sekarang dia sadar kalau Sinta harus disuguhi minuman.

“Nggak usah, Ni. Mama cuma sebentar, kok. Tadi sekalian arisan sama temen-temen deket sini,” tolak Sinta halus.

Lihat selengkapnya