Meninggalkan Banda Neira dengan aroma pala dan kenangan meditasi (plus usaha pengendalian asap gunung Andrea yang gagal total) terasa seperti menutup sebuah buku sejarah yang memesona. Perjalanan selanjutnya adalah menuju mahkota tersembunyi di ujung timur Indonesia, sebuah nama yang selalu bergaung di telinga para penyelam dan pecinta keindahan bahari: Raja Ampat, Papua Barat.
Perjalanan ke sini membutuhkan usaha ekstra. Penerbangan dari Ambon menuju Sorong, lalu dilanjutkan dengan transfer menggunakan private yacht mewah yang sudah menunggu, membawa mereka berlayar memasuki gugusan kepulauan karst yang paling ikonik di dunia. Begitu memasuki perairan Raja Ampat, suasananya langsung terasa berbeda. Lautannya lebih tenang, warnanya gradasi biru toska yang hampir tidak nyata, dan pulau-pulau batu kapur kecil berbentuk unik menjulang dari permukaan laut seperti jamur-jamur raksasa berwarna hijau. Ini bukan sekadar indah, ini magis.
"Oke, aku resmi kehabisan kata-kata," ujar Sharon, yang biasanya paling puitis, saat berdiri di dek depan yacht menatap gugusan pulau Piaynemo dari kejauhan. "Ini... ini melampaui semua ekspektasiku tentang surga tropis."
Andrea, yang sudah melupakan sejenak fobia komodo dan kelelawarnya, kini sibuk mengambil selfie dengan latar belakang pulau-pulau karst itu. "Filter Instagram mana pun kalah sama pemandangan aslinya!" serunya takjub.
Caroline sudah memasang playlist musik chill reggae di speaker portable-nya. Alex, tentu saja, sudah menerbangkan drone-nya lagi, kali ini dengan izin khusus untuk menangkap keindahan Raja Ampat dari udara (dan berjanji tidak akan mengganggu momen romantis Nisa-Reza lagi).
Nisa dan Reza sendiri tampak paling rileks selama perjalanan ini. Raja Ampat memang sengaja dipilih Nisa sebagai destinasi penutup, sebagai "Puncak Relaksasi". Yacht mewah yang mereka sewa pun dilengkapi dengan segala fasilitas.
Mereka berlabuh di sebuah laguna tersembunyi yang sangat privat, dikelilingi oleh pulau-pulau karst kecil tak berpenghuni. Airnya begitu jernih hingga dasar laut dangkal yang penuh terumbu karang dan ikan warna-warni terlihat jelas dari atas kapal.
Hari itu benar-benar dihabiskan untuk relaksasi total. Ada yang berenang santai di laguna yang tenang, ada yang snorkeling ringan (kali ini Jim tampak lebih menikmati, mungkin karena ikannya lebih eksotis dan belum sempat ia teorikan macam-macam), ada yang sekadar berjemur di dek kapal sambil membaca buku. Nisa bahkan sempat mencoba stand-up paddle board lagi, dan kali ini ia tidak jatuh!