Setelah hari pemulihan yang diisi dengan olesan lidah buaya dan keluhan manja Caroline di surga bahari Maratua, hari kedua puluh membawa rombongan kembali ke daratan Kalimantan Timur, namun dengan tujuan yang berbeda. Nisa ingin memberikan The Corrs pengalaman budaya yang lebih mendalam, sebuah interaksi langsung dengan salah satu suku asli paling terkenal di Kalimantan: Suku Dayak.
Dengan perencanaan matang (dan koordinasi tingkat tinggi antara tim Istana dan pemerintah daerah), mereka mengunjungi sebuah desa budaya Dayak Kenyah atau Dayak Bahau. Perjalanan menuju desa itu sendiri sudah merupakan petualangan, melewati jalanan yang kadang berlumpur sisa hujan semalam dan melintasi jembatan kayu sederhana di atas anak sungai kecil.
Begitu tiba di desa, mereka disambut dengan pemandangan yang berbeda dari desa-desa yang pernah mereka kunjungi sebelumnya. Rumah-rumah panggung kayu yang panjang (lamin) dengan ukiran-ukiran rumit yang indah berdiri megah. Beberapa penduduk desa mengenakan pakaian tradisional dengan manik-manik berwarna-warni dan hiasan kepala dari bulu burung enggang. Suara samar alat musik sape' (kecapi tradisional Dayak) terdengar dari salah satu rumah.
Penyambutan dilakukan dengan upacara adat sederhana namun penuh makna. Kepala adat memberikan sambutan hangat (diterjemahkan oleh pemandu lokal), lalu mereka disuguhi minuman tuak manis (yang kali ini dicicipi sedikit oleh Jim dengan alasan "riset etnografi," sementara Andrea menolaknya dengan sopan, takut efeknya lebih parah dari Bir Pletok).
"Mereka sangat ramah dan bersahaja," bisik Sharon pada Nisa, matanya mengagumi detail ukiran di dinding rumah adat tempat mereka diterima.
Agenda utama hari itu, setelah berkeliling desa dan mengagumi kerajinan tangan lokal (Andrea langsung tertarik pada gelang manik-manik berwarna cerah), adalah belajar menari salah satu tarian selamat datang Dayak. Beberapa penari muda desa, laki-laki dan perempuan, dengan kostum lengkap yang indah – hiasan bulu di kepala, rompi manik-manik, kain tenun ikat di pinggang, dan gelang logam di kaki yang bergemerincing – sudah bersiap di halaman luas di depan rumah adat. Alunan musik sape' yang mendayu dan hentakan gendang kecil mulai terdengar.
"Wah, kostumnya keren sekali!" seru Caroline antusias. "Aku mau coba pakai yang ada bulu-bulunya itu! Biar bisa headbang ala rocker hutan!"