Perjalanan dari jantung hutan Tanjung Puting menuju Kepulauan Derawan di Kalimantan Timur membutuhkan kombinasi antara penerbangan perintis (yang membuat Andrea sedikit mual lagi) dan perjalanan laut dengan speedboat yang cukup memacu adrenalin saat membelah ombak Laut Sulawesi. Namun, semua kelelahan perjalanan itu terbayar lunas begitu mereka tiba di tujuan: sebuah resort eksklusif di Pulau Maratua, salah satu pulau terindah di gugusan Derawan.
Jika Labuan Bajo menawarkan lanskap purba yang dramatis, maka Derawan adalah definisi kartu pos surga tropis. Hamparan pasir putih sehalus bedak bayi, air laut sebening kristal dengan gradasi warna dari biru muda ke toska lalu biru tua, dan bungalow-bungalow kayu mewah yang berdiri anggun di atas air, lengkap dengan teras pribadi dan tangga langsung menuju laut.
"Oke, kurasa aku bisa tinggal di sini... selamanya!" seru Caroline begitu melihat pemandangan dari balkon bungalow-nya. Ia langsung menjatuhkan diri di kursi malas, siap berjemur (kali ini ia sudah menyiapkan sebotol besar sunblock).
Bahkan Jim, yang biasanya lebih tertarik pada batu atau filsafat, tampak terdiam mengagumi keindahan laut di hadapannya. "Komposisi warna alam di sini... mendekati kesempurnaan matematis rasio emas," gumamnya.
Nisa dan Reza hanya bisa tersenyum bahagia melihat reaksi tamu-tamu mereka. Setelah petualangan hutan yang cukup intens, beberapa hari relaksasi di surga bahari seperti ini memang sangat dibutuhkan. Agenda hari pertama di Maratua pun sangat santai: berenang di depan bungalow, mencoba stand-up paddle board (Andrea paling sering jatuh), atau sekadar bermalas-malasan menikmati pemandangan.
Namun, Nisa sudah menyiapkan satu agenda spesial untuk keesokan harinya (Hari ke-18), sesuatu yang ia jamin akan menjadi pengalaman tak terlupakan: mengunjungi Danau Kakaban, sebuah danau air payau unik di pulau tak berpenghuni dekat Maratua, yang menjadi rumah bagi ribuan ubur-ubur yang... tidak menyengat!
"Tunggu, tunggu," potong Andrea saat Nisa menjelaskan rencana itu saat makan malam ikan bakar segar di restoran tepi pantai resort. "Ubur-ubur? Makhluk bening berlendir yang sengatannya bisa bikin pingsan itu? Dan kita mau berenang bersama mereka? Nisa, kamu serius? Apa ini semacam prank balas dendam karena aku kemarin heboh soal komodo?"
Nisa tertawa. "Serius, Andrea! Ubur-ubur di Danau Kakaban ini spesial. Karena mereka hidup terisolasi di danau itu selama ribuan tahun tanpa predator alami, mereka kehilangan kemampuan menyengatnya. Jadi kita bisa berenang di antara mereka dengan aman. Ini salah satu dari sedikit tempat di dunia di mana kamu bisa melakukan ini."
Sharon tampak tertarik. "Wow, itu fenomena evolusi yang menarik!"
Jim langsung bersemangat. "Ubur-ubur tanpa sengat? Aku harus melihat ini! Apakah ini bukti dari teori Lamarck tentang pewarisan sifat yang diperoleh, atau murni seleksi alam Darwinian? Aku harus mengamati morfologi dan perilaku mereka dari dekat!"
Caroline pun penasaran. "Jadi kayak berenang di dalam sup jeli raksasa gitu ya?"