Liburan Bersama The Corrs di Indonesia!

Shabrina Farha Nisa
Chapter #14

Kuda Sumba Ingin Dinaiki Andrea (Tapi Dilarang Keras Nisa)

Perpisahan dengan Labuan Bajo dan kapal pinisi mewah terasa sedikit berat hati. The Corrs sudah mulai terbiasa dengan kehidupan di atas laut, dengan goyangan ombak yang meninabobokan (kecuali saat Jim menjelaskan teori tentang arus bawah laut yang bisa menelan kapal) dan pemandangan matahari terbenam yang tak ada duanya. Namun, rasa penasaran akan pulau berikutnya, Sumba, yang digambarkan Nisa sebagai "Savana Afrika-nya Indonesia dengan sentuhan mistis," cukup untuk membangkitkan semangat petualangan mereka kembali.

Penerbangan menuju Tambolaka atau Waingapu di Sumba menyajikan pemandangan udara yang drastis berbeda. Hamparan biru laut Flores perlahan berganti dengan daratan yang lebih kering, perbukitan kapur berwarna cokelat keemasan, lembah-lembah luas yang ditumbuhi padang rumput, dan sesekali terlihat atap-atap rumah adat yang menjulang tinggi dan unik.

"Wow, ini benar-benar beda dari Bali atau Lombok," komentar Sharon sambil menatap keluar jendela pesawat. "Terasa lebih... purba? Lebih megah?"

"Betul. Sumba ini pulau yang sangat istimewa, Sharon," jawab Nisa, yang duduk di seberang lorong. "Budaya Marapu-nya masih sangat kental, alamnya liar tapi indah luar biasa. Dan yang paling terkenal..." Nisa sengaja menggantung kalimatnya.

"Apa? Naga versi darat?" tebak Andrea, masih sedikit trauma dengan komodo.

Nisa tertawa. "Bukan. Tapi hampir segagah itu. Kudanya! Kuda Sandalwood Sumba."

Begitu mendarat dan melakukan perjalanan darat menuju salah satu desa adat paling otentik di Sumba Barat (tentu saja dengan pengawalan dan koordinasi yang sudah diatur rapi), The Corrs langsung merasakan atmosfer yang berbeda. Rumah-rumah adat dengan atap menara yang menjulang tinggi (Uma Mbatangu), kubur-kubur batu megalitikum besar yang tersebar di halaman desa, dan penduduk desa yang menyambut dengan senyum ramah namun tetap menjaga wibawa adat mereka.

Kepala desa dan para tetua adat menyambut rombongan Presiden Nisa dengan upacara penyambutan sederhana namun khidmat. Ada tarian perang yang enerjik dari para pemuda desa, ada suguhan sirih pinang (yang kali ini ditolak halus oleh The Corrs, belajar dari pengalaman Jim yang hampir 'mabuk' saat mencobanya di kesempatan lain), dan ada persembahan kain tenun ikat Sumba yang motifnya begitu rumit dan indah.

"Ini... ini luar biasa," bisik Caroline pada Alex, matanya tak lepas dari detail kain tenun yang baru saja diberikan pada Nisa. "Bagaimana mereka bisa membuat pola serumit ini dengan tangan? Ini handmade paling keren sedunia!"

Alex mencoba menjelaskan tentang proses menenun yang bisa memakan waktu berbulan-bulan, tentang pewarna alami, dan tentang makna filosofis di balik setiap motif. Jim, tentu saja, sudah terlibat diskusi dengan salah satu tetua adat (dibantu penerjemah) tentang sistem kepercayaan Marapu dan hubungannya dengan tradisi megalitikum.

Lihat selengkapnya