Liburan Bersama The Corrs di Indonesia!

Shabrina Farha Nisa
Chapter #6

Lulur Rempah Bikin Bersin dan Kunang-kunang Mata-mata

Hari kelima di surga tropis Ubud dimulai dengan tempo yang sengaja diperlambat. Setelah empat hari pertama yang penuh adaptasi, kejutan budaya, krisis seni, dan sedikit trauma belalang, Nisa dan Reza memutuskan bahwa hari ini adalah harinya "Relaksasi Total Tanpa Tanda Tanya (Semoga!)". Agenda utamanya? Spa day ala Bali di vila mereka sendiri, lengkap dengan terapis profesional dan ramuan-ramuan tradisional yang menjanjikan ketenangan jiwa dan raga.

Pagi hari diawali dengan sarapan santai di teras, diiringi suara gemericik air dari kolam ikan koi dan pemandangan sawah yang masih diselimuti kabut tipis. Kali ini tidak ada jadwal yoga pagi yang mengundang kehadiran belalang kungfu. Sebagai gantinya, setelah sarapan, area pendopo yang kemarin dipakai untuk belajar canang, kini disulap menjadi surga spa mini. Beberapa tempat tidur pijat sudah ditata ulang, dihiasi bunga kamboja segar, dan aroma minyak esensial campuran serai, cendana, dan kenanga menguar lembut, menciptakan atmosfer yang benar-benar damai. Tiga orang terapis perempuan Bali dengan senyum teduh dan pakaian adat sederhana sudah siap menyambut "pasien" VVIP mereka.

"Oke, teman-teman," Nisa mengumumkan dengan senyum lebar. "Hari ini kita akan memanjakan diri. Lupakan sejenak tentang jadwal padat, pertanyaan filosofis, atau monyet pencuri kacamata. Hari ini waktunya me-time ala Bali! Silakan dicatat ya, vlogger!"

The Corrs tampak antusias, meskipun ada sedikit keraguan di mata Andrea. "Ini... nggak akan ada ritual aneh-aneh lagi kan, Nisa? Kayak mandi kembang yang bunganya jangan-jangan ada ulatnya kemarin?"

Nisa tertawa. "Tenang saja, An. Hari ini murni relaksasi. Ada pijat Bali, lulur rempah tradisional, dan mungkin nanti sore berendam air hangat dengan bunga lagi, tapi aku jamin kali ini bunganya sudah lolos sensor hama Istana!"

Sesi spa dimulai dengan pijat Bali. Berbeda dengan pijat Istana yang lebih fokus pada urat dan tenaga dalam, pijat Bali ini terasa lebih lembut, mengalir, menggunakan banyak minyak kelapa hangat dan tekanan jempol serta telapak tangan yang ritmis. Caroline, yang kemarin masih sedikit tegang karena hampir jadi bendera Irlandia setelah lupa sunblock (meski itu baru akan terjadi nanti di outline, imajinasi kita sudah sampai sana wkwk), kini benar-benar pasrah dan kembali mendengkur halus dalam lima belas menit pertama. Sharon, sang penikmat pijat sejati, tampak begitu menikmati hingga sesekali terdengar desahan keenakan yang membuat terapisnya tersenyum.

Jim, kali ini tidak banyak bertanya. Ia tampak benar-benar mencoba untuk rileks, memejamkan mata, meskipun sesekali Nisa melihat alisnya berkerut, mungkin sedang mencoba memecahkan kode di balik tekanan pijatan di titik meridian tubuhnya. (Filsuf sejati tidak pernah benar-benar libur.)

Dan Andrea? Setelah insiden geli-geli kemarin, kali ini ia tampak lebih siap. Ia mencoba fokus pada napasnya, menikmati kehangatan minyak dan aroma terapi. Sesekali ia masih berjengit saat terapis menekan titik tertentu, tapi kali ini lebih banyak desahan lega daripada jeritan geli. "Oke, ini... ini jauh lebih baik dari pijat 'patah tulang' yang kubayangkan!" gumamnya pada terapisnya, yang hanya tersenyum mengerti.

Nisa dan Reza sendiri memilih untuk dipijat berdampingan di sudut pendopo yang sedikit lebih privat. Bagi Nisa, momen seperti ini adalah kemewahan yang langka. Melepas sejenak beban tanggung jawab negara, membiarkan otot-ototnya yang kaku karena terlalu banyak duduk rapat atau berdiri di acara resmi menjadi rileks. Ia melirik Reza di sebelahnya, yang tampak begitu damai dengan mata terpejam. Momen seperti ini, keheningan yang nyaman berdua, terasa lebih berharga dari pidato pujian manapun.

Setelah sesi pijat yang membuat tubuh terasa ringan seperti kapas, tiba saatnya untuk atraksi utama: Lulur Rempah Tradisional. Para terapis membawa mangkuk-mangkuk berisi adonan kental berwarna kuning kecoklatan yang aromanya... unik. Campuran antara kunyit, beras kencur, jahe, kayu manis, dan entah rempah rahasia apalagi.

"Ini untuk apa?" tanya Caroline curiga, menunjuk mangkuk lulur dengan dagunya.

"Ini lulur, Mbak Caroline," jelas salah satu terapis. "Untuk mengangkat sel kulit mati, menghaluskan, dan mencerahkan kulit. Rahasia kecantikan putri-putri keraton Jawa dan Bali zaman dulu."

Lihat selengkapnya