Liburan Bersama The Corrs di Indonesia!

Shabrina Farha Nisa
Chapter #4

Yoga Pagi di Ubud: Belalang Sahabat Matras Andrea

Perjalanan dari hiruk pikuk Jakarta menuju Ubud terasa seperti memasuki dimensi lain. Pesawat kepresidenan mendarat dengan anggun di Bandara Ngurah Rai, dan begitu pintu terbuka, udara Bali yang hangat dan lembap, sarat aroma dupa dan bunga kamboja, langsung menyambut. Berbeda dengan penyambutan pertama yang lebih formal di Jakarta, kali ini suasananya jauh lebih santai. Nisa sengaja meminta agar tidak ada seremoni berlebihan. Hanya beberapa pejabat lokal yang menyambut singkat dengan senyum ramah dan kalungan bunga kamboja harum yang langsung membuat Andrea bersin (lagi!).

Perjalanan darat menuju Ubud memakan waktu sekitar satu setengah jam, melewati jalanan yang semakin menyempit, meliuk-liuk di antara desa-desa tradisional, galeri seni, dan hamparan sawah hijau yang mulai mendominasi pemandangan. Vila privat yang dipilih Nisa dan Reza terletak agak terpencil, di ujung jalan kecil yang hanya bisa dilalui satu mobil, menjanjikan ketenangan dan privasi absolut. Bangunannya merupakan perpaduan arsitektur Bali modern dengan sentuhan alami kayu dan batu, dikelilingi taman tropis rimbun dan kolam renang infinity yang seolah menyatu dengan lembah hijau di depannya.

"Tempat ini... seperti kartu pos yang menjadi nyata!" seru Sharon saat melangkah masuk ke area lobi terbuka vila, matanya membelalak takjub memandang pemandangan. "Gila, ini sih vibes-nya!"

"Lebih bagus dari kartu pos!" timpal Caroline, sudah mengeluarkan ponselnya lagi. "Vlog dan Instagramku bakal meledak hari ini!"

Jim, sementara itu, sudah tenggelam mengamati detail ukiran kayu di salah satu pilar. "Ukiran naga ini... apakah melambangkan penjaga spiritual vila ini, atau sekadar ornamen estetis?" tanyanya pada salah satu staf vila yang kebetulan lewat, yang hanya bisa nyengir bingung.

Setelah check-in yang mulus dan welcome drink berupa jus sirsak segar (yang membuat Andrea bertanya apakah ini buah asli atau hasil rekayasa genetika karena bentuknya yang aneh), Nisa mengumumkan agenda pertama mereka di Ubud.

"Baiklah, para bintang rock Irlandia kesayangan saya," Nisa memulai dengan senyum penuh arti, "setelah perjalanan yang cukup melelahkan, saatnya kita menyelaraskan energi kita dengan alam Ubud yang damai. Mari kita mulai hari pertama di sini dengan... Yoga Pagi!"

Di teras belakang vila yang sangat luas, menghadap langsung ke pemandangan sawah terasering yang spektakuler dan Gunung Agung yang samar terlihat di kejauhan, matras-matras yoga sudah tertata rapi. Ibu Wayan, instruktur yoga mungil dengan senyum secerah mentari yang kemarin berhasil (setengah) menenangkan The Corrs saat meditasi gagal fokus di Istana, kembali hadir. Kali ini ia tampak lebih siap mental menghadapi 'murid-murid' VVIP-nya yang unik ini.

"Selamat pagi semua," sapa Ibu Wayan lembut, suaranya seperti alunan musik yang menenangkan. "Hari ini kita akan mencoba beberapa pose dasar Hatha Yoga, fokus pada pernapasan dan peregangan lembut. Mari kita lepaskan semua ketegangan, hirup udara segar Ubud, dan biarkan diri kita menyatu dengan alam."

Nisa dan Reza, yang memang sudah rutin beryoga, langsung mengambil posisi dengan luwes. Alex, yang dibujuk ikut dengan iming-iming smoothie bowl enak setelahnya, mencoba mengikuti dengan gaya remaja yang sedikit malas tapi tetap berusaha. Sharon tampak serius dan mencoba menirukan gerakan Ibu Wayan dengan presisi seorang musisi.

Tapi tidak dengan yang lain. Andrea, yang mengenakan setelan yoga branded berwarna pink menyala (kontras sekali dengan hijau sawah), lebih sibuk memastikan penampilannya tetap on point di setiap pose. Apakah sudut ini bagus untuk foto nanti? Rambutku berantakan tidak ya? Aduh, pose ini bikin perutku kelihatan buncit tidak sih? pikirnya dalam hati.

Jim, mencoba pose Trikonasana (segitiga), malah terlihat seperti sedang mencoba memecahkan rumus geometri kompleks dengan tubuhnya. Kakinya yang panjang tampak kaku, tangannya gemetar, dan ekspresinya penuh konsentrasi berpikir. Jika sudut kakiku 45 derajat dan tanganku membentuk garis lurus ke atas, apakah ini secara matematis menciptakan keseimbangan sempurna, atau hanya ilusi optik? Jangankan yoga, Jim malah sibuk menghitung Phytagoras di kepalanya.

Lihat selengkapnya