Life for Love

Fatimatuzzahro
Chapter #5

Bian si Aneh

Sore berganti malam, hujanpun mulai reda. Mereka sengaja menunggu hujan selesai sambil menikmati suasana kafe itu. Selama tiga jam mereka seperti dua insan yang tidak saling mengenal. Saling diam tanpa sepatah kata. Bukan karena tidak ada topik. Selain Bian yang susah diajak bicara, mereka juga asyik dengan dunianya masing-masing. Nindya dengan ponselnya sementara Bian dengan tatapan yang tak lepas dari rintikan hujan.

Setelah merasa puas, akhirnya mereka sepakat untuk pulang. Tentunya, setelah hujan benar-benar reda. Bian menyusuri kota Jakarta yang sudah mulai gelap. Untunganya, jarak rumah dari kafe itu memang tidak jauh. Jadi, Nindya bisa pulang tidak larut malam.

"Thank's ya udah ngajak gue ke kafe yang luar biasa keren itu," ucap Nindya sambil tertawa senang sambil melepas helm lalu mengembalikannya pada Bian.

Nindya mengambil topinya yang sadari tadi ia simpan dalam ranselnya. Bahkan sampai-sampai Nindya lupa memakainya saat di kafe tadi. Memang ya, saat kita takjub dengan sesuatu terkadang hal apapun bisa kita lupakan begitu saja. Semoga melupakan pasangan bukan salah satunya.

Bian me-respon dengan mengacungkan jempol lalu tersenyum tipis.

"Kapan-kapan gue ke sana. Tapi lo anterin ya. Gue belum hafal lokasinya dimana."

Lagi-lagi Bian mengacungkan jempolnya. Nindya heran dengan Bian yang irit bicara. Sampai-sampai ia mengira kalau Bian sariawan yang tak kunjung sembuh. Tapi, Nindya tidak peduli. Nindya bukan orang tuanya yang berhak mengatur. Selagi masih tidak mengganggu hidup apalagi merugikan dirinya, Nindya fine-fine saja. Walaupun sumpah serapah sudah pasti.

"Wah, ada temannya Nindya," sapa Dian, Ibu Nindya dengan senyum ramah.

Bian menyalami tangan Dian dengan sopan. Tak lupa juga dengan senyum yang terukir di wajahnya. Terlihat tampan sekali. Seakan-akan Bian cowok ramah yang jauh dari kata kaku.

"Assalamualaikum, Bu."

Tentu Nindya dibuat bingung dengan sikap Bian yang berubah tiba-tiba. Tapi, lagi-lagi ia berusaha memahami. Berbicara dengan yang lebih tua memang harus sopan, kan? Apalagi beliau adalah orang tua.

"Siapa namanya?"

"Bian, Bu."

"Ke nyokap aja lo murah senyum. Ke gue? Boro-boro, kayak berlian mahal. Susah amat kayaknya," ujar Nindya sambil melempar diri di atas sofa yang jaraknya tidak jauh dari pintu itu.

Dian membalik badan menghadap Nindya lalu menggoyangkan telunjuknya dan berkata, "Nindya, ngomongnya itu, lho. Gak sopan!"

"Iya-iya, maaf, jawab Nindya pasrah."

"Tapi, Bu, Bian ini hebat juga. Masa dia tau kafe yang bagus banget. Ditambah lagi Caramel Coffenya lezat banget, Bu," jelas Nindya sambil beranjak dari sofa dan menghampiri Dian dan Bian yang masih setia di ambang pintu.

Bian dibuat kikuk sekaligus malu oleh perkataan Nindya. Tetapi senyum ramah masih terukir jelas diwajahnya.

"Kok gak ajak ibu, sih," sahut Dian dengan kesal.

"Ya, kan, aku gak tahu. Kalau aku tahu mah, aku ajak. Biar boncengan bertiga."

Nindya cekikikan membayangkan itu terjadi. Ia jadi teringat video yang sempat viral di Instagramnya. Menurutnya, lucu tapi aneh juga tentunya.

"Cabe-cabean, kali." Dian memukul lengan anaknya pelan. Ia tidak habis pikir sama anaknya yang sembrono.

Sementara Bian yang melihatnya tersenyum miris. Ia merasa iri melihat kedekatan Nindya denga ibunya. Bukan berarti Bian tidak dekat dengan ibunya. Hanya saja, percekcokan antara anak dan orang tua itu terlihat saling peduli.

Lihat selengkapnya