Nindya meminta Rafael untuk mengantarnya ke toko buku. Ia membeli memberi beberapa novel untuk stock baca. Tetapi matanya tidak sengaja melihat seseorang yang sangar familiar baginya. Nindya terus mengawasi gerak-gerik orang itu. Sesekali ia memicingkan matanya untuk terlihat jelas.
Kayak gue kenal, batinnya.
Betapa terkejutnya saat orang itu berbalik badan. Dito? batinnya.
Buru-buru Nindya membalikkan badan saat Dito membalikkan badan supaya tidak kelihatan. Nindya tahu jelas mengapa Dito ke toko buku. Faktanya, Dito suka sekali membaca komik. Dan kebetulan mereka berdua memiliki hobi yang sama. Sama-sama membaca. Hanya saja Nindya tidak begitu tertarik untuk membaca komik begitu pun dengan Dito yang tidak suka membaca novel.
Rafael yang samar-samar mendengar suara Nindya langsung mendekat. Tapi ketika ia menghadap ke belakang, seketika tangannya mengepal serta rasa marah meliputi dirinya.
Ngapain cowok brengsek itu di sini?batinnya dengan marah.
Sementara Nindya langsung berbalik badan dan cepat-cepat pergi dari tempat itu. Kehadiran Dito membuat mood-nya memburuk. Rafael mengekori Nindya dari belakang. Ia tidak tahu ada hubungan apa dengan Dito. Apalagi Nindya sama sekali tidak pernah bercerita dengan siapa ia dekat.
"Lo kenal sama cowok itu?" tanya Rafael dengan hati-hati.
Nindya memasang helmnya lalu ia menjawab, "hm... gak, sih."
Rafael menyerngit keningnya tidka percaya.Tentu hal itu membuatnya merasa ada yang janggal. "Kok lo langsung keluar tadi? Kayak ada sesuatu."
Mau tidak mau Nindya memutar bola matanya seolah-olah tidak ada sesuatu agar Rafael tidak curiga. "Cewek, kan, emang gitu. Mood-nya cepat berubah. Lagian novel yang gue cari gak ada. Kita balik besok aja."
Nindya langsung menaiki motor Rafael untuk menghindari pertanyaan yang tidak bisa ia jawab. Sementara Rafael mengangguk-ngangguk kepalanya pura-pura paham. Bian tahu jelas akan mood cewek yang cepat berubah. Tentunya, ia belajar dari Dian, Ibunya dan Nindya, Adiknya. Tapi kali ini tidak. Rafael yakin ada sesuatu diantara Nindya dan Dito. Sementara Nidnya tetap tidak mau mengakui.
Rafael membawa motordengan kecepatan sedang. Nindya memeluk Rafael sebagai pegangan. Pikirannya masih berkeliaran. Hatinya terasa sakit mengingat apa yang pernah Dito lakukan padanya.
Kenapa dia harus balik ke sini?
*****
Tiba di rumah, Nindya langsung memasuki kamar tanpa sepatah kata. Hal itu tentu membuat Dian bertanya-tanya.
"Adikmu kenapa?"
Rafael menjawab dengan mengangkat bahunya sambil melepas jaket yang ia pakai. Tiba-tiba gerakannya berhenti saat ia teringat sikap Nindya di toko tadi yang berubah.
Apa dia beneran kenal sama Dito? batinnya bertanya sambil mengepal tangannya.
Tapi kemudian Rafael menggelengkan kepalanya. Gak mungkin.
Dian yang melihat Rafael mematung dengan dahi mengkerut merasa ada yang tidak beres. "Kalian gak kesambet setan di luar, kan?" tanya Dian dengan memicingkan kepalanya sambil memajukan wajahnya.