Sore hari adalah hari yang tepat untuk berlibur sambil menikmati senja di pesisir pantai. Hari ini hari Minggu, Nindya dan sahabatnya akan berlibur ke pantai Ancol. Pantai dimana yang sudah menjadi favorite mereka sejak mereka bersahabat. Segala keindahan seakan-akan tercipta pantai itu.
HAMBA ALLAH PALING OKE
Dimas: Kalian dimana, sih? Gue nunggu udah setengah jam.
Yap, tadinya mereka sepakat untuk tiba di sana jam tiga sore. Tapi ternyata setelah Dimas tiba di sana tidak ada satupun yang terlihat batang hidungnya. Tentu, ia sangat kesal karena mereka tidak tepat waktu. Hal seperti itu sudah sangat lumrah, kan? Sayangnya, Dimas tidak.
Shelly: Sabar, lagi dandan. Bentar lagi gue berangkat.
Laras: OTW!
Dimas menggeleng kepala melihat respon mereka. "Kebiasaan mereka, nih, gak on time. Nindya juga tumben banget telat," gerutunya.
Dimas: Lo dimana, sih, Nin?
Nindya yang merasa dipanggil langsung membalas dengan memotret dirinya yang sedang rebahan lalu ia mengirimnya.
Dimas: Gila lo! Lo ngapain santuy gitu sementara gue di sini berjemur. Keburu belang duluan, nih.
HAHAHA. Salah siapa datang telat.
Dimas: Jangan tega lah, Nin.
Sabar, gue lagi nunggu Bang El.
Setelah membalas chat Dimas. Nindya langsung merapikan pakaiannya yang sedikit kusut. Hari ini ia memakai celana jeans biru dan T-shirt berwarna pink dengan gambar kucing. Tak lupa juga dengan sepatu sneakers berwarna pink putih. Saat Nindya ingin memasukkan ponselnya ke mini backpack-nya, tiba-tiba ponselnya bergetar bertanda ada notifikasi yang masuk.
HAMBA ALLAH PALING OK
Bian: Kaluar.
Nindya mengerjap matanya berkali-berkali memastikan ia tidak salah baca. "Bentar-bentar, ini Bian nge-replay chat gue terus disuruh keluar, maksudnya apa ya?"
Nindya mengibas tangannya berusaha tidak peduli lalu ia mau memasukkan ponselnya lagi. Tapi, lagi-lagi ponselnya bergetar. "Lho, Bian nelepon?"
Tanpa berpikir panjang Nindya langsung mengangkatnya. " Iya, Bi, ada apa?"
"Keluar."
"Ha?"
"Keluar," ulang Bian
"Maksudnya apa, sih?" tanya Nindya greget.
"Gue diluar."
Nindya membulatkan matanya tidak percaya.
"Ha? Serius?"
"Hm."
"Oke-oke gue turun sekarang."
Dengan langkah cepat Nindya pergi ke kamar Rafael. Kemudian ia mengetuk pintu dengan keras. Rafael membuka pintu dengan menaikkan sebelah alis sambil menyisir rambutnya yang sedikit basah.
"Bang, gue gak jadi minta anter lo ya. Ini Bian si kampret tiba-tiba jemput. Sorry ya, Bang. Biar sekalian juga. Lo balik tidur aja ya."
Setelah mengucapkan kalimat itu Nindya langsung meninggalkan Rafael yang cengo. "Untung adik sendiri," ucapnya datar.