Nindya melihat jam di pergelangan tangannya. Sudah hampir satu jam, Nindya tidak melihat tanda-tanda Shelly. Padahal, Shelly bilang, tidak lama lagi akan berangkat. "Shelly mana, sih? Kok gak datang-datang juga. Keburu senja, nih."
"Paling masih dandan kali," jawab Laras sambil melihat sekilingnya yang terlihat ramai dengan orang tua dan juga anak-anak.
Karena Shelly tidak juga datang, mereka memilih untuk sambil menikmati indahnya pantai. Sesekali Nindya kagum karena ombak datang begitu indahnya.
"Hai guys! Sorry baru datang," ucap Shelly dengan cemprengnya, sambil melambai tangannya ke atas.
Dimas yang tadinya sedang asyik bercengkrama dengan Nindya, langsung menolehkan kepala. "Siapa ya? Gak kenal," sahut Dimas dengan wajah yang sengaja dibuat sedatar mungkin.
"Hehe. Tadi gue lagi nunggu abang gue soalnya."
"Lo punya saudara?" tanya Nindya tidak percaya. Faktanya, Shelly tidak pernah memberitahu siapa keluarganya. Jadi, wajar saja kalau Nindya dan kawan-kawannya tidak tahu kalau Shelly mempunyai saudara.
"Iya lah."
"Kok gak pernah ngenalin ke kita?" tanya Laras dengan penasaran.
Shelly hanya nyengir lalu menoleh kebelakang sambil memanggil orang itu. "Bang, sini!"
Tentu Nindya terkejut saat melihat siapa yang dimaksud Shelly. Bian yang melihat ekspresi Nindya terkejut ikut kepo lalu menoleh kepala melihat siapa yang dimaksud Laras
"Endi?" ucap Nindya dan Bian bersamaan.
Serentak Nindya dan Bian saling tatap. Mereka seakan-akan berbicara melalui mata. Dimas dan Laras yang merasa bingung hanya diam dengan mengerutkan keningnya.
"Lo kenal?" tanya Nindya pelan, sambil mengarahkan telunjuknya pada Endi.
Bian tidak menjawab. Wajahnya masih bingung kenapa Nindya bisa kenal dengan Endi. Semuanya terasa kebetulan. Hal itu tentu membuat dirinya gelisah. Bian menatap Endi yang memamerkan gigi rapinya seolah-olah Endi menyampaikan kata maaf.
Ya, Endi memang tidak pernah bercerita bahwa ia mempunyai saudara cewek yaitu, Laras. Sebenarnya Bian juga tidak peduli. Tapi kalau menyangkut Nindya, langsung terbesit tanda tanya.
"Dia sahabat gue, Nin. Dan dia juga sahabat gue, Yan."
"Yan?" tanya Nindya.
"Yap, panggilan khusus," jawab Endi dengan santainya seakan-akan tidak merasa berdosa.
"Oh."
Nindya menjawab dengan nada yang santai. Padahal, sebenarnya Nindya terkejut setengah mati. Tapi, ia berusaha sekeras mungkin untuk menahan ekspresinya supaya tidak terlihat berlebihan. Begitupun dengan Bian. Bian justru merasa was-was. Secara Endi teman curhatnya. Ia takut semuanya terungkap begitu saja atau bahkan Nindya sudah tahu sebenarnya, tapi lebih memilih diam.
Bian melirik Endi dengan tatapan datar. Sementara Endi yang menyadari itu hanya diam seakan-akan ia pura-pura tidak tahu dengan semuanya.
"Oh ini abangnya Shelly. Salam kenal, gue Dimas," ucap Dimas sambil mengulurkan tangannya.
"Gue Laras."
"Endi."
"Nah, karena kita udah ngumpul, mari sekarang kita have fun!" seru Dimas dengan semangat.
Saat ini mereka sedang duduk santai di atas tikar berwarna biru. Mereka menikmati indahnya pantai itu. Sesekali mereka tertawa lepas membicarakan hal yang lucu. Tak lupa juga mereka bernyanyi bersama diiringi dengan gitar oleh Dimas. Ditambah kehadiran Endi semakin membuat suasana semakin ramai.
Hal konyol pun mulai tercipta. Dari Endi yang joget-joget sampai ke bernyanyi dangdut. Kehadiran Endi diterima baik oleh mereka. Kecuali Bian yang masih merasa resah. Sadari tadi Bian hanya melihat dengan wajah datarnya.
"Sekarang giliran lo, Bi."
Bian menerima gitar itu dengan malas. Sementara Nindya membulatkan matanya tidak percaya. "Lo bisa main gitar, Bi?"