Lo pulang sama siapa?" tanya Dimas, menghampir Nindya yang sedang menatap langit sambil tersenyum tipis. Langit yang gelap terlihat lebih cantik. Serta angin yang mulai menusuk tubuhnya.
"Gak tahu. Mungkin sama Bang El."
Malam hari terasa romantis, ditambah lampu berwarna kuning dan putih menyatu seakan-akan menggoda mata. Saat ini mereka berdiri di tepi pantai. Nindya sangat menikmati malam itu. Malam yang dimana jarang sekali ia dapatkan. Ya, Nindya memang sudah hampir satu tahun tidak pergi ke Ancol. Tentunya banyak sekali perubahan yang jauh lebih menarik.
Ditengah lamunannya, tiba-tiba Shelly berdiri di samping Nindya. "Eh, ada apa, nih?" tanya Nindya sambil memandang Shelly yang kentara sekali wajah badmood-nya.
"Gue mau nanya."
"Nanya apa tuh?"
"Kalau seandainya lo suka sama seseorang tapi orang itu gak suka sama lo, apa yang bakal lo lakuin?"
Jujur saja, pertanyaan Shelly membuatnya ambigu. Ditambah Nindya tidak pernah terjebak di zona itu. Nindya mengalihkan pandangannya dari Shelly. Kemudian ia melihat ke langit lagi sambil berpikir. "Kalau gue sih selama gue tahu cowok itu gak dekat sama siapa-siapa, pasti masih gue dekatin."
"Kalau ternyata cowok yang lo suka justru suka ke orang terdekat lo, gimana?"
Nindya melirik Shelly dengan memicingkan matanya. Sebenarnya, Nindya tidak begitu mengerti tentang cinta. Ia ragu untuk memberikan solusi. Sementara Nindya pernah gagal di dalam kisah cintanya.
"Hm. Lihat situasi dulu, sih. Lebih tepatnya gue mau korbanin perasaan gue atau gue tetap berjuang sampai rela patah hati. Lo nanya kayak gitu ke gue. Gue gak bisa kasih solusi yang akurat, Shell. Yang pasti ikutin kata hati aja."
Shelly mengangguk seolah-olah ia mengerti. Sementara Nindya yang merasa janggal dengan pertanyaan Shelly, ia menolehkan kepalanya lalu bertanya sambil memicing mata. "Emang kenapa? Lo lagi suka sama seseorang?"
Gelengan kepala Shelly tidak meyakinkan Nindya. Seperti ada sesuatu yang berusaha ditutupi.
"Yakin? Kalau lo suka sama seseorang, ya lo bilang aja. Gpp hilangin gengsi dikit. Yang penting perasaan lo terjawab kapan lo harus maju atau kapan lo harus mundur."
Shelly tersenyum miring. Ia menatap langit yang tak juga menatapnya. Perasaannya campur aduk. Ia bingung dengan perasaannya sendiri. Menjadi orang jahat tentu bukan tujuannya. Namun, jika keadaan memaksa dirinya, mungkin saja Shelly akan melakukan sesuatu diluar akal sehatnya.
Tiba-tiba Bian datang menepuk pundak Nindya pelan. "Pulang?"
Nindya yang terkejut langsung memutar badannya ke belakang. Begitu pun dengan Shelly.
"Ha?"
"Pulang kapan?"
"Lo mau nganterin gue?"
Bian mengangguk kepalanya. Tentu Nindya senang karena ia tidak harus capek-capek menunggu Rafael untuk menjemputnya.
"Oh yaudah kalau gitu, sekarang aja. Udah malam juga, nih."
Nindya melihat jam dipergelangan tangannya yang menunjuk pada angka tujuh. Kemudian ia menghampiri yang lain untuk berpamitan. Sementara Shelly hanya mengekori dari belakang.
"Guys, duluan ya." Mereka yang merasa dipanggil langsung menoleh.
"Oh, iya-iya hati ya, Nin," ucap Laras sambil melambaikan tangannya yang dimana saat ini Laras sedang asyik selfie sambil mencari view yang bagus.
"Sama siapa?" tanya Endi yang berdiri di samping Dimas. Nindya memajukan dagunya menunjuk ke Bian.
"Oh."