Mentari pagi menyinari kamar Nindya dibalik tirai putih bermotif bunga. Nindya mengerjap matanya saat jam weker berbunyi dengan keras. Cepat-cepat ia mematikan dan betapa terkejutnya saat ia mendapatkan dirinya di kamar.
"Lho, bukannya kemarin gue di kafe?" tanya Nindya pada dirinya dengan bingung.
Seketika ia merasa dirinya yang tidak lagi dibaluti seragam, melainkan piyama Hello Kitty. "Apa kemarin gue mimpi ya? Tapi, rasanya kayak gak mimpi. Ah gak tahu ah, mau ke mandi dulu aja.
Walaupun dirinya masih dilanda rasa bingung, tapi ia bergegas ke kamar mandi sebelum telat sekolah. Tak lupa juga membereskan tempat tidurnya. Setelah selesai mandi, Nindya langsung memakai seragamnya dengan cepat. Kemudian ia menuruni tangga dengan cepat pula.
Nindya melihat Dian yang masih sibuk menyiapkan sarapan. Bukan berarti Nindya manja. Hanya saja Dian sendiri yang bersemangat untuk menyiapkan sarapan untuk anak-anaknya. Padahal Rafael dan Nindya sudah pernah bilang tidak usah disiapkan. Namun, Dian tetap keukeh.
"Bu."
"Iya sayang. Ada apa?" jawab Dian sambil mengolesi selai coklat di atas roti.
"Hmmm... gimana ya aku jelasinnya."
Dian menyerngit kening melihat anaknya yang kebingungan sendiri. "Apa, sih, bikin ibu penasaran aja.'
"Ini aku gak tahu mimpi atau gak. Cuma kemarin aku kayaknya ketiduran di kafe pas waktu diajak Bian. Tapi... pas bangun kok ada di kamar ya."
"Oh, itu mah Bian yang bawa kamu ke sini."
Nindya terkejut bukan main. "Ibu gak bercanda?"
"Ngapain ibu bercanda. Orang ibu aja kaget pas waktu nak Bian gotong kamu kayak orang pingsan."
Nindya masih ragu. Tapi melihat raut wajah Dian yang sangat serius, ia mulai mempercayainya. "Kok gak bangunin aku ya."
"Mungkin kamunya gak bangun. Kamu kan kebo."
"Bukan gitu, Bu. Bian kan bawa motor. Itu gimana bawanya. Apa gak susah gitu."
Dian mengangkat bahunya lalu menjawab, "gak tahu. Ya udahlah yang penting kamu di anter dengan selamat. Nak Biannya juga selamat. Daripada kamu ditinggal di sana sendirian."
"Gak enak aja sama Bian. Ngerepotin."
Sebenarnya, otak Nindya masih dipenuhi dengan tanda tanya. Tapi, ia bersyukur mempunyai sahabat seperti Bian yang mempunya sifat peduli. Seketika semua rasa kesalnya hilang. Yang pasti, Nindya akan bertanya setelah tiba di sekolah.
Seperti Biasa, Dito menjemput Nindya. Tapi, kali ini berbeda. Dito seketika jadi pendiam. Berbicara pun seperlunya. Seperti jauh dari karakter Dito. Nindya yang melihat Dito hanya fokus ke depan mulai bingung. Ia tidak tahu mengapa akhir-akhir ini keadaan sering membuat tanda tanya di otaknya. Tentang shelly yang tidak mau bertemu, Bian yang tiba-tiba rela mengantar Nindya dalam keadaan tidur, dan Dito yang tiba-tiba diam.
"Dit, lo kenapa deh?"