Life for Love

Fatimatuzzahro
Chapter #31

Arti Persahabatan

Sepanjang mata pelajaran berjalan, Nindya terus memikirkan surat itu. Kepalanya terasa pusing ingin pecah. Semua seakan-akan membiarkan tanda tanya. Nindya pun mulai tidak konsentrasi. Laras yang menyadari itu, sesekali mengelus punggung Nindya berusah menguatkan Nindya.

"Kayaknya gue ke toilet deh," bisik Nindya pada Laras.

"Gue temanin ya."

"Gak usah kali. Bukan anak kecil."

"Tapi..."

"Gpp. Aman."

Setelah itu Nindya langsung izin pada gurunya dan keluar kelas dengan tergesa-gesa karena ingin buang air kecil. Namun, dipertengahan jalan, Nindya mendapatkan balon yang terbang ke arahnya. Nindya menarik tali yang sengaja diikat diujung balon itu.

"Punya siapa ini."

Tapi saat Nindya membalikkan balon itu, ia mendapatkan tulisan berwarna merah.

"Menjauh atau lo akan celaka."

Nindya bergidik ngeri membaca kalimat itu. Kalimat sengaja orang itu tulis dengan acak sehingga terlihat lebih menyeramkan. Setelah membaca itu, Nindya langsung melepas balon itu dari genggamannya. Ia pun menoleh kanan kiri mencari siapa yang menerbangkan balon itu. Namun, bayangannya pun tidak tampak. Cepat-cepat Nindya ke toilet.

Tapi siapa sangka berlari dari sesuatu yang menakutkan terkadang justru terjebak dalam keadaan yang semakin menakutkan. Saat Nindya selesai buang air kecil, Nindya keluar dan berniat untuk mencuci tangannya. Tapi, langkahnya berhenti saat ia mendapatkan cermin yang penuh dengan coretan lipstik berwarna merah tua.

Nindya membaca dalam hati dengan lutut yang gemetar.

"Hidup lo gak akan tenang sebelum lo menjauh dari dia, milik gue. Lo adalah perebut yang sesungguhnya!"

Lutut Nindya semakin gemetar. Rasa emosi serta takut hadir secara bersamaan. "KALAU LO BERANI, KELUAR! JANGAN JADI PECUNDANG!" teriak Nidnya dengan keras.

"KELUAR LO!"

Percuma, seberapa keras Nindya berteriak, orang itu tidak akan menampakkan batang hidungnya sampai waktunya tiba. Nindya berlari ke kelas, meninggalkan toilet itu dengan perasaan yang takut.

Nindya memasuki kelas dengan lutut yang masih gemetar. Kepalanya menunduk supaya tidak ada yang curiga. Namun percuma, Dimas, Laras, dan Bian sudah bisa membacanya. Sementara Laras yang melihat ekspresi takut Nindya langsung bertanya saat Nindya menghempas bokongnya dengan pelan.

"Kenapa?"

Lihat selengkapnya