Perihal rasa, Nindya bingung mendefiniskan perasaannya sendiri. Baru saja kemarin ia merasa tenang, namun siapa sangka cobaan masih setia pada Nindya. Bukan Nindya tidak bersyukur, hanya saja Nindya takut tidak kuat menghadapinya. Nindya sadar, Nindya manusia biasa yang masih mental lemah. Mendapat cobaan yang begitu berat, sangat terasa beban. Harapan serta doa yang selalu Nindya panjatkan, terus berada dalam hatinya.
Selama jam belajar berlanjut, Nindya hanya menatap ke depan dengan tatapan kosong. Mendapat masalah saat dekat ujian itu bukan solusi yang bagus. Nindya khawatir dengan grafik nilainya menurun. Sebisa mungkin ia berusaha fokus, tapi tetap saja kalimat ancaman itu bagaikan boomerang di otaknya.
"Kalau lo ngerasa kurang enak badan, kita ke UKS aja," saran Laras dengan berbisik."
Nindya menggeleng kepala lalu menjawab, "gak usah. Sebentar lagi bel pulang kok, Ras."
Nindya menunggu bel itu berbunyi. Tiba-tiba saja ia ingin ke kafe itu lagi. Ia berniat untuk mengajak Bian untuk menemaninya. Tentu tanpa sepengetahuan Laras Dimas. Huh, lagi-lagi Nindya tidak bercerita pada mereka. Nindya hanya hatinya saat meminum caramel coffe kesukaannya, bisa menghilangkan sedikit rasa pusingnya.
Tiba-tiba saja dia jadi teringat dengan perkataan Laras yang bilang bahwa bertemu dengan seseorang, dan Dimas menafsirkan itu Dito. Sekarang ia jadi tahu mengapa Dito tadi pagi diam. Mungkin saja Dito merasa cemburu saat Laras memberitahu bahwa Nindya sedang bersama Bima.
Ck, harus bilang dulu sama Dito biar gak kayak tadi, batinnya.
Sembari menunggu bel, Nindya mengetik pesan untuk Dito. "Hari ini gue pulang sama teman. Gak usah dijemput."
Setelah itu mengirimnya dengan cepat. Nindya sengaja tidak memberitahu bahwa akan pulang bersama Bian. Tentu, ia tidak ingin Dito marah apalagi Nindya malas berdebat dengannya.
Kring...kring...kring...kring...
"Lo pulang sama siapa?"
"Kayaknya sama Bian deh, Ras."
"Oh. Hati-hati. Kalau ada apa-apa, jangan lupa ngabarin."
"Tenang. Aman kalau sama Bian.
"Ya udah, gue ke Bian dulu ya." Laras berdiri dari tempat duduknya lalu memajukan kursi, memberikan jarak untuk Nindya berjalan.
Sementara Nindya berjalan dengan santai sambil memegang tali ranselnya, seakan-akan tidak ada beban. Bian yang merasa ada sosok di depannya, langsung mendongak kepala lalu menaikkan sebelah alisnya. "Anterin ke kafe," kata Nindya dengan pelan, supaya tidak ada yang mendengarkan.
Bian langsung merapikan bukunya pelan. Sementara Nindya greget. Lagi-lagi Nindya merampas buku Bian dan memasukkan ke dalam ransel milik Bian. "Lo tuh boleh teliti, tapi jangan sampai naruh buku aja pelan banget. Gue greget sendiri lihatnya."
Jujur saja, Bian sedikit lega mendapat Nindya yang sudah cerewet lagi. Menurutnya, Nindya yang diam terasa aneh. Mungkin karena biasanya Bian selalu melihat Nindya yang sangat aktif.
"Mau kemana? Buru-buru amat." tanya Dimas yang juga ikut merapikan bukunya.
"Mau pulanglah," jawab Nindya berbogong, sementara matanya melirik Bian yang juga meliriknya
"Oh. Gue kira mau kemana."
"Pulang, Dim, pulang. Mau kemana lagi emangnya."
"Iya-iya. Ya udah lo anterin Nindya hati-hati, jangan sampai lecet," pesan Dimas pada Bian.
"Terus buat lo, Nin, tenang aja. Semua masalah ini akan berakhir. Yang penting lo harus semangat terus. Ada Tuhan yang terus ngejaga lo. Niat baik akan mengalahkan niat buruk seseorang."
Nindya tersenyum mendapat semangat dari Dimas. Segala bentuk peduli dan perhatian Dimas, Nindya seperti dilindungi. Walaupun Bian pun sama, tapi Nindya merasa Dimas lebih menjaganya. "Makasih bawel."
Dimas yang melihat Nindya berlari dengan cekikikan, raut wajahnya cengo. "Yaelah, makasih aja cukup. Gak usah ada bawelnya."
Tapi, tiba-tiba bibirnya membentuk senyum, lalu berkata, " gpp, yang penting balik kayak biasanya aja gue udah senang banget."
Laras yang sadari tadi hanya duduk manis, seketika membuka suara, "Lo suka sama Nindya?"
Pertanyaan Laras mengejutkan Dimas bukan main, lalu ia tertawa dengan terbahak-bahak. "Ya, gaklah. Suka sih pasti ada, tapi lebih ke suka sebagai teman. Lebih tepatnya sayang sebagai teman."
"Gak yakin gue. Buktinya lo perhatian banget sama Nindya. Apa-apa Nindya."