Pernah kalian merasa, bahwa seakan-akan dunia sedang bertarung namun, ternyata kalian yang harus menyelesaikan pertarungan itu? Kurang lebih begitu yang dirasakan Nindya. Nindya merasa, ia sedang mendapatkan misi yang sangat besar dalam hidupnya. Bukan lagi soal Dito, melainkan antara hidup dan mati keluarganya sendiri.
Sekarang Nindya sadar, masalah serta ujian hidup yang pernah terjadi sebelumnya, tidak semengerikan kali ini. Saat itu pula ia tahu, setiap harinya adalah pembelajaran, belajar sabar, belajar kuat, belajar menghadapi sesuatu yang akan kita hadapi tanpa permisi. Memang, rasanya sangat menyayat hati, sampai ingin mati suri dan bangun saat siap hidup kembali sementara masalah sudah selesai dengan sendiri, tanpa harus pusing memikirkan berbagai cara untuk menyelesaikan.
Sayangnya, saat ini Nindya banyak belajar caranya bersabar, tentu ia berterima kasih pada masa lalu yang sempat membuatnya terluka. Karenanya, Nindya bisa setegar ini walaupun rasa khawatir dan takut tetap ada. Setidaknya Nindya masih kuat berdiri untuk melangkahkan kakinya di atas duri.
"Laper," ucap Dimas dengan memegang perutnya disela-sela mereka sedang sibuk menata ponsel.
"Mau gue masakin?" tanya Nindya dengan berdiri lalu menaruh ponselnya di atas meja.
"Emang lo bisa masak?"
"Bisa dong."
"Istri idaman, Bi," sahut dengan melirik Bian nakal.
Nindya terkekeh mendengar candaan Dimas. Kemudian ia pergi ke dapur membuatkan mereka fettuccine carbonara. Langsung saja Nindya menyiapkan bahan-bahannya di atas meja makan. "Untung bahan-bahannya ada semua."
Setelahnya, Nindya merebus air yang sudah di campur dengan sedikit minyak sayur dan garam, lalu memasukkan fettuccine ke dalamnya. Sembari menunggu matang, Nindya memotong brokoli dan juga sosis. Nindya memasak dengan telaten. Tentu, Nindya berbohong saat ia mengatakan bisa memasak. Nindya hanya bisa memasak mie instant.
Tapi, terpaksa Nindya berbohong tentunya dengan alasan tertentu. Nindya tidak mau mereka kelaparan, apalagi akan menjalankan misi yang cukup berat. Mau tidak mau Nindya yang notabene cewek sendiri, langsung inisiatif. Setidaknya Nindya sering melihat ibunya membuat fettuccine. Jadi Nindya hafal jelas resepnya. Selebihnya soal rasa, Nindya pasrahkan pada Tuhan.
"Semoga aja enak," ucapnya setelah selesai. Nindya terus melihat tampilan hasilnya yang tidak begitu buruk.
Setelah itu Nindya membawa ke ruang tamu, dan mereka yang sedang duduk di bawah langsung mendongakkan kepala saat mencium aroma hasil masakan Nindya.
"Kayaknya enak nih," ucap Dimas yang langsung mendekat saat Nindya menaruh nampan di bawah.
"Kita makannya di bawah aja gpp?"
"Of course gpp, Nin. Lebih nikmat dan lebih merakyat juga," jawab Dimas dengan langsung mengambil mangkok itu.
Sementara Rafael tersenyum geli saat melihat adiknya yang kentara sekali sedang deg-degan. Rafael jelas tahu kalau itu adalah masakan pertama Nindya. Sementara Nindya yang melihat Rafael tersenyum, langsung cemberut.
"Kalau gak enak gak usah dimakan ya."
Tanpa ragu mereka memakan masakan Nindya. Seketika mereka memejamkan matanya, merasakan nikmatnya hasil masakan Nindya yang menggelitik lidahnya.