Life in Story

Dian Ayu
Chapter #4

LEMBAR KUNCI

Suara itu, seperti kenangan yang lenyap dari ingatan. Kadang menggumamkan sebuah pertanyaan, kadang pula dengan sembrononya menarik kesimpulan.

Tali jembatan sudah terlepas di setiap sisi. Detik berikutnya, asap mengebul di sepanjang bekas jembatan tadi yang seluruhnya sudah menyatu dengan sungai dan lenyap tak bersisa.

"Tunggu, dimana Reynand?"

 Aku baru sadar, kami hanya berempat. Duduk sambil terengah-engah karena lelah. Tak ada Reynand. Sekeras apapun aku berusaha memandang kejauhan.

"Dia, sudah sampai juga, kan? Di-dia, tidak ada di jembatan tadi, kan?"

Pertanyaan Hana membuat kami tegang seketika. Saking paniknya, kami hanya berfokus lari dan menyelamatkan diri masing-masing. Bagaimana kalau ternyata Reynand masih di sana?

"Tidak. Dia ikut melepas salah satu tali jembatannya," ucap Nean sambil menunjuk ke sudut kanan jembatan, tadinya ada empat tali kunci yang membentuk simpul dengan gertak kayu yang terpasang jarang-jarang. Masing-masing sudah berhasil mereka lepaskan.

"Lohh, bukankah dia yang melepasnya?" tanya Diaz sambil menunjukku.

"Mustahil! aku membantu Nean untuk melepas ikatan terakhir itu," ucap Hana.

"Aku hanya melepas satu." Nean bersikukuh pada ingatannya.

"A-aku sama sekali tidak membantu. Aku sibuk memikirkan nasip orang-orang itu, maaf." Kuputuskan untuk turut berbicara.

Lama kami diam dan saling pandang. Entah hanya khayalanku, atau kenyataannya memang begitu. Tanah seperti bergerak, awalnya pelan. Namun, dalam sekejap jadi berguncang hebat. Angin berembus kuat, sampa-sampai, kulitku rasanya seperti di cabik.

Tanah menahan kami dengan gravitasinya. Membuat sulit bergerak, bahkan untuk sekadar bergeser sedikit saja. Aku berusaha menggapai Nean. Tapi, makin lama jarak kami semakin menjauh. Terakhir tubuhku terlempar. Suara berdebam keras seiring tulangku yang rasanya patah-patah. Lalu semuanya gelap.

****

Kadang, pikiran dapat menciptakan khayalan. Pandangan bisa memunculkan kebohongan. Tidak ada yang benar dan salah dalam dunia ini. Semua hanya sebatas konsep tentang sebuah pemahaman dan asumsi.

Mataku mengerjap beberapa kali. Berusaha sadar sepenuhnya. Mencoba bangun meski tubuhku kaku. Hanya ada pepohonan sejauh mata memandang. Seperti suasana hutan. Begitu tenang, namun mencekam. Tak ada siapapun di sini.

Dimana mereka?

Lihat selengkapnya