Kata orang, rasa penasaran yang berlebih itu bisa membunuhmu. Tapi bagiku, lebih baik mencari tahu dari pada diam dan menunggu.
Keputusan itu membuatku hampir saja melakukan hal yang tidak seharusnya. Mencurigai Nean dengan diam-diam mengganggu privasinya. Namun, aku tidak sepenuhnya bersalah. Dia seperti menyembunyikan banyak hal dariku. Kejelasan identitasnya saja, aku masih ragu. Bahkan sekadar nama lengkap pun, dia tidak bersedia memberitahu.
“Apa yang kau lakukan?” ucap Nean dengan suara yang terdengar masih lemah.
Aku terkejut. Kehilangan keseimbangan dan terduduk di pangkuannya. Aku ingin mati. Lebih baik mati saja saat melihat pria ini diam sambil menatapku dalam.
“Sakit.” Dia membisik tanpa ekspresi.
Bagaimana? Aku harus apa? Pikiranku seperti terbius. Lumpuh seketika. Bangun, El. Dia kesakitan. Kau pikir tubuhmu itu ringan? Ehh, tapi .... Aduh, apa dengan diriku?
“Kau tidak bisa bergerak? Apa kau terluka?” tanya Nean lagi sambil berusaha bangkit dan membantuku bergeser.
“Bu-bukan begitu. Aku tidak apa-apa. Ma-maaf.”
Dengan segera aku menyingkir dari pangkuannya. Mengubah arah pandangan agar tidak lagi fokus pada pria itu. Kenapa perasaanku aneh sekali? Detakkannya terasa semakin kuat. Mungkinkah karena takut ketahuan saat hendak mengambil sesuatu dari sakunya? Ya, pasti itu. Memangnya ada alasan apa lagi?
Kulirik Nean yang ternyata masih memandangiku. Perlahan dia mendekat. Sangat dekat sampai aku bisa merasakan desah nafasnya yang lemah. Wajahnya tepat menghadapku.
Kau, mau apa?
Aku ingin mengucapkannya, namun bibir ini terasa kaku. Hanya terbuka tanpa suara. Beberapa kali aku mengedipkan mata, berusaha tetap sadar dengan apa pun yang akan terjadi selanjutnya. Namun, hatiku kalah. Mataku terpejam dengan sendirinya.
“Tenyata tidak bisa,” ucap Nean membuatku spontan kembali membuka mata.
Apa maksudnya mengatakan hal itu dalam posisi kami yang sedekat ini? Aku tak tahu. Apa dia menggodaku? Tidak, tubuhnya masih tampak lelah untuk sekadar melakukan hal tidak penting itu. Ya, baginya ini bukanlah hal yang penting.
“Bisa tolong aku? Berikan, itu ….”
Hah? Kenapa buru-buru? Maksudku, ka-kami kan baru kenal. Aku pasti sudah gila saat mendengar ucapannya. A-apa yang harus kulakukan? Aku belum pernah melakukannya. Apa first kiss-ku akan se-absurd ini? Tidak. Tidak. Tidak. Pikiran macam apa ini? Tenang, El. Kau harus tenang.
“Sedikit saja, aku mohon ….”
“Ha-haruskah aku melakukannya?” susah payah aku mengeluarkan suara, berusaha agar getarannya tidak terlalu kentara. Tapi, tubuhku tetap diam dan malah terpejam lagi, hingga Nean bergeser dan mengulurkan tangannya ke arah belakangku.
“Iya, a-air. Tolong ambilkan ….”
Mataku kembali mengerjap sambil memandanginya. Ekspresi Nean masih sama. Manatapku lekat.