Benar yang dikatakan oleh Nean. Setelah jalan ceritanya diubah, semua hal yang terjadi juga berbeda, meski ada beberapa persamaan. Mungkin seperti kaitan antara paradoks, butterfly effect, atau apapun itu. Yang mana, akan ada sekian banyak kemungkinan yang bisa terjadi hanya dengan satu tindakan kecil.
Malam ini, orang-orang dari Squaad Kekaisaran muncul bersama Diaz. Jam tangan Hana tampak mengeluarkan cahaya merah dengan dengung yang cukup kuat. Di mana sangat berkebalikan dari yang dulu. Saat Hana yang menemukan mereka dan mengirim sinyalnya. Bukan Diaz.
“Sial. Karena terlalu fokus dengan AI itu, aku lupa mematikan pemancarnya. Diaz jadi bisa melacak kita dengan mudah.” Hana mundur sampai hampir menabrak Adhy yang membiarkannya menukar posisi mereka. Sehingga ada jarak antara Diaz dan Hana. Entah karena apa, yang jelas terakhir kali pria itu memang mengincarnya.
“Syukurlah aku menemukanmu, Hana.” Diaz hendak mendekat, namun Hana semakin merapat pada Adhy. Membuat pria itu menodongkan senjatanya untuk menghentikan langkah Diaz.
“Apa aku menyakitimu? Kenapa kau menjauh?”
“Jangan berpura-pura. Aku sudah tahu semuanya, Diaz. Padahal, selama ini aku selalu memercayaimu.”
Suara Hana bergetar, dia pasti sedang menahan diri agar tetap terlihat kuat. Tangannya yang semula berpegang pada Adhy juga mulai dilepaskan. Malahan, sekarang muncul busur yang terbentuk dari jam di tangannya.
Apa hanya aku yang tidak mempunyai senjata pribadi? Selama ini Nean selalu berbaik hati meminjamkan pisaunya padaku.
“Padahal aku tidak berniat melukaimu. Tapi, kau malah menjadi pengganggu.”
“Diam! Jangan menakuti perempuan dengan tampangmu yang lembek itu. Lawan aku!”
Adhy mendorong Hana agar menjauh. Setelahnya, Diaz mulai memberi perintah pada Squaad Kekaisaran untuk menyerang kami. Nean menarik Hana, hingga berada dekat denganku. Tepat, di tengah mereka.
“Jangan sampai kejadian waktu itu terulang. Jangan lakukan apapun dan jangan memercayai siapapun, El!” ucap pria itu sebelum mulai menyerang.
“Apa maksudnya?” tanya Hana.
“Bukan apa-apa. Kita harus membantu mereka,” ucapku karena enggan menjelaskan di situasi yang tidak memungkinkan ini. Aku sendiri tidak paham, kejadian mana yang dia maksud agar tidak kembali terulang. Hana yang berhasil ditangkap oleh Diaz? Atau kematianku? Entahlah. Kulihat Hana mengangguk, sambil menyiapkan beberapa anak panah. Aku menyiapkan pisauku—tepatnya pisau Nean.
Sedikit banyak aku mulai mengetahui cara pakainya. Selain itu, untuk bisa menghentikan para pasukan ini, kami harus bisa membunuh Diaz. Atau, lebih mudah lagi jika aku memiliki buku itu lalu mulai menulis ulang isinya. Agar kami tidak perlu bertarung. Agar tidak ada seorang pun yang mati.
Ya, benar. Andai ada yang tahu tentang keberadaan buku itu, aku pasti bersedia untuk melakukan apa saja agar dapat kembali memilikinya.
“Sial, senjata biasa tidak bisa melukai mereka.”