Dalam hidup, selalu ada pilihan. Apapun yang sudah diputuskan, jangan sampai menjadi sebuah penyesalan. Karena, pasti ada kebaikan dalam setiap kesalahan yang tidak sengaja kita perbuat. Seperti sekarang. Meski berat, tapi tidak ada jalan lain lagi. Aku tahu, nyawa semua orang yang menjadi taruhannya. Kadang, berkorban juga ada baiknya. Bertindak pahlawan, sepertinya menyenangkan.
Dimulai dari Diaz, lalu Adhy dan Hana. Aku tidak ingin lagi kehilangan mereka. Setidaknya, jika hidupku bisa menyelamatkan nyawa dua orang itu, mungkin dengan senang hati aku rela melakukannya. Maka kuputuskan, dengan segala pertimbangan serta kesiapan atas konsekuensi yang nantinya akan aku dapat.
Xavier masih menderita, berusaha mempertahankan kesadarannya. Nean tetap menungguku, padahal sudah tidak banyak lagi waktu yang tersisa. Tanganku menguatkan pegangan pada pena, lalu mulai meraih buku itu.
“Maaf, karena aku kau jadi menderita,” ucapku pada Xavier. Lalu menghadap Nean.
“Maaf, kalau bukan aku, kau pasti bisa belajar lebih banyak tentang manusia. Bahkan, mungkin bisa lebih manusiawi ketimbang orang-orang itu.”
Sudah kuputuskan. Kali ini, biar aku saja yang menanggung semuanya. Akan kubalas kebaikan kalian yang berusaha melindungiku, meski pertemuan kita sangat singkat. Hanya beberapa saat sejak Script dunia ini pertama kali dibentuk. Ahh, sepertinya mataku mulai berkaca-kaca.
“Jangan! Aku hampir kehilangan diriku karena kau. Bunuh aku, saat masih menjadi diriku.”
Entah hanya pandanganku, tapi tubuh Xavier sebagian tampak mulai berubah seperti makhluk yang waktu itu menyerangku. Aku harus mulai menyelesaikan ceritanya, agar mereka bisa segera keluar dari situasi buruk ini.
Tanpa memedulikan Xavier, kubuka lembar demi lembar hingga sampai pada halaman kosong. Tak tahu, hendak menulis apa di sana. Tanganku bergerak sendiri, hanya sekadar luapan tentang pilihan untuk mati. Xavier masih meraung sambil meneriakiku. Dia tampak marah dengan keputusan ini. Ya, anggaplah aku egois karena tidak memahami pengorbanan yang sudah dia berikan.
Buku ini tampak bersinar setelahnya. Melayang dengan warna kekuningan. Satu persatu terburai, dan setiap kali ada yang menghilang, maka ada bagian dari dunia ini yang ikut lenyap. Semuanya terhubung, menjadi satu kesatuan mengikuti kehendak dan kuasaku.
Xavier menghilang tanpa kudengar ucapan terakhirnya yang kuyakini pasti sebuah umpatan. Pandanganku seperti meluas, dan kudapati aku berada di dunia dengan ambang kehancuran. Semuanya runtuh, hingga akhirnya aku terjatuh dalam sebuah lubang hitam tak berdasar. Mengambang di sana tanpa tahu apa-apa. Beginilah akhir diriku.
“Sial. Gadis bodoh. Kau pikir dengan mengakhirinya seperti ini, akan membuat mereka pulang dan hidup lagi? Kalian akan selamanya terjebak di sana. Hanya AI itu yang akan tetap hidup, karena dia menjadi satu-satunya penguasa, selain kau sang pencipta!”
Apa maksudnya?