"Alhamdulillah kita lolos ke babak selanjutnya ya madam, Vero hampir aja takbeer sambil sujud syukur di panggung tadi," ujar Vero sambil menyeruput banana smoothiesnya.
"Alhamdulillah?" Angrea menatap Vero.
Vero membalas dengan raut wajah 'oia lupa Vero!!'
"Iya Ella juga sempet pesimis tadi gara-gara komentarnya si Maria. Di final bakal ada dia enggak ya?" aku penasaran juga soal juri, apakah akan berubah lagi.
"Hmmm mulai sekarang Ivory bakal latihan mental. Ivory enggak boleh grogi lagi," ucapnya sambil menepuk-nepuk pipinya.
Vero tersenyum mengelus-elus pundak Ivory. Memang sudah karakternya memiliki empati yang tinggi.
"Makasih kak Angrea tadi udah jadi penyelamat," ucap Ivory menatap Angrea.
Angrea tersenyum mengangguk. Kupeluk Angrea, bangga sekali padanya.
"Tapi serius tadi Maria kayaknya kagum sama kak Angrea, cuma dignitynya tinggi aja," ucap Vior dengan irama penuh kesungguhan.
Aku menunjuk Vior sambil mengangguk-angguk setuju.
"Vero juga mau latihan vokal lebih ah, Rin mulai sekarang latihan intens bareng yuk, Vero mau suara Vero kayak kamu," ujar Vero.
"Ayok kak, Ivory juga mau bisa tahan grogi dan tahan malu kayak kakak," balas Ivory.
"Hmmm koq Vero enggak ngerasa kayak lagi dipuji ya?" ucap Vero diiringi tawa kami semua.
---
"Room services," sebuah suara terdengar dari pintu kamar kami.
Haaah room servis? siapa yang pesan? buat apa juga ini sudah jam 9 malam. Bukankah kami sudah sedang akan tidur, mencurigakan!
Aku menatap Angrea, ia mengangguk paham kalo ini mungkin semacam penerobosan stalker atau kriminalitas lainnya. Apapun itu kami harus bersiap dengan segala kemungkinannya, mengingat usaha pembullian yang terjadi kemarin, untung kami ada Angrea. Aku menoleh kesana kemari mencari sesuatu yang bisa dijadikan senjata. Kutemukan sebuah kursi kayu untuk kupegang, dan dua buah pot untuk dipegang vero dan Ivory. Vior terlalu takut untuk ikut melawan jadi ia bersembunyi dibelakang Vero.
"Jangan langsung lempar, tunggu sampai kita mastiin itu penjahat," ujarku berbisik.
"Kemungkinan dari si Crystal sepertinya Ella," ujar Angrea, bisa kurasakan seluruh syaraf Angrea sudah bersiaga.
"Crystal? nanti cerita ya," ucap Vero sepertinya penasaran.
Aku mengangguk.
Aku dan Angrea mendekati pintu untuk membuka pintu. Memang hanya aku dan Angrea yang punya dasar bela diri kompeten. Vior sama sekali anti kekerasan. Vero cuma pernah Taekwondo waktu SD dan Ivory cuma pernah karate sampai SMP kelas dua. Aku sendiri semasa masih ada Maripona, ia melatihku dengan silat Limbubu andalannya, selepas kepergiannya, Erik selalu melatihku seminggu dua kali dengan berbagai dasar beladiri kickboxing, Muay Thai, dan Krav Maga. Tapi ya kalo ada kursi, hantam aja pake kursi.
"Room servis!!" Kembali suara itu terdengar.
Lucunya suaranya terdengar seperti seorang wanita dan seakan ditutupin ketika berbicara, seperti tidak ingin diketahui siapa yang mengeluarkan suara.
Angrea memegang gagang pintu, bersiap membukanya. Ia menatapku meminta persetujuan untuk mulai membuka pintunya. Aku lalu mengangguk memberi aba-aba.
Angrea langsung membuka pintu dan menarik sosok berhoddie serba Biru Navy. Ia menggunakan celana jeans dan sepatu kets merah. Ia terjungkal ke lantai diiringi aduhan yang jelas.
"Aaaawwwwwkkhh ... please stop," ia terduduk di lantai sambil mengarahkan tangannya pada posisi PLOdefense.
"It's me Daniella," ucapnya.
Seketika aku hentikan niatku menghantam kepalanya dengan kursi yang kupegang. Ia membuka hoddienya dan bisa kulihat wajah cantik berbentuk oval dengan rambut hitam dibaliknya.
"Mirriam, what are you doing?" tanyaku kaget dengan kedatangannya.
Ia tampak kesakitan sambil mengelus-elus pinggul dan punggungnya. Selamat Angrea, kamu punya pengalaman melempar Mirriam Van Der Zulla, yang pastinya tidak dimiliki setiap orang.
"Aaauuhhh ... het doet pijn," ujarnya mengaduh.
Vero dan Angrea berusaha membantunya berdiri.
"I want to see you, Mooi. Aaaaw your strength was not for fun ya ...?!" Ia menepuk-nepuk tangan Angrea.
"Sorry, I though you were a criminal," ucap Angrea tidak enak hati.
"In Colloseum? Of course not," jawab Mirriam mungkin agak sedikit kesal.
"Why do you play masquerade, Mirriam?" tanyaku, sebenarnya sudah bisa menduga alasannya hanya saja coba kita dengar dari Mirriam langsung.
"Saya tidak boleh terlihat disini dear, bisa dituduh sebagai sebuah kecurangan," jawabnya menggunakan bahasa Indonesia.