Life Of Maharani (2)

Wachyudi
Chapter #21

Long distance relationship

Kami tengah membeli menu buat makan malam setelah selesai acara semifinal. Aku benar-benar senang Pink Velvet berhasil lolos dan maju ke tiga besar. Satu tahap lagi menuju podium nomor satu, dan menjadi juara ajang kompetisi gilrband se-Eropa ini.

Aku, Vero, Vior, dan Ivory tiba di apartemen sewaan kami setelah berkeliling memilah dan memilih menu-menu yang kami inginkan. Angrea lebih memilih menunggu di apartemen. Hihi aku tahu alasannya makanya aku sengaja agak berlama-lama agar ia punya waktu dengan suaminya itu. 45 menit kukira cukup lah, kamipun sudah merasa amat lapar sekali setelah acara.

"Sssttt jangan berisik, kagetin Angrea yuk, pasti lagi hot hehe," ujar Vero menjadi yang memulai jahil.

Ya sesekali untuk seru-seruan boleh lah, pikirku.

"Ikh kak, Ivory trauma," jawab Ivory yang pertama mergokin VC intimnya Angrea dan Razi.

"Ya Allah, enggak sopan kak Vero tuh," Vior menggelengkan kepalanya geli sendiri.

Tapi niat Vero sudah mendahului reaksi Vior dan Ivory.

Akupun karena masih penuh euforia keberhasilan naik ke final, jadi ketularan Vero. Aku jadi malah maju paling depan untuk membuka pintu. Perlahan-lahan kubuka pintu agar Angrea tidak sadar. Dan akupun mengintip ke dalamnya yang ternyata tidak dikunci.

"Ini kita dah selangkah lagi Uda ..." suara Angrea terdengar agak, apa ya, sedih.

"Berapa lama lagi Sabai?" tanya Razi bernada agak tinggi.

Aku berhenti, kurentangkan tanganku mencegah Vero, Vior, dan Ivory masuk. Meminta mereka menunggu, ikut mendengarkan apa yang terjadi.

"Awak belum tahu, tapi abis ini dah selesai kami ..." jawab Angrea.

Mereka memang sedang VC seperti yang sudah bisa diduga, hanya sedikit berbeda.

"Tiga bulan lebih Sabai, tiga bulan lebih Razi indak bertemu. Razi dah biasa kalo satu bulan sekali, itupun cuma seminggu, iyo demi kerjaan, Razi indak apo-apo," suara Razi terdengar berat dan tinggi.

"Tapi ini dah tiga bulan lebih, syariat mana yang memperbuliahkan seorang istri berada jauh selama itu?" ujarnya.

"Iyo Uda, tapi Angrea disini jaga diri dan hati buat Razi," jawab Angrea.

"Tiap hari pikiran Razi galau, resah, cemas ... 'apa dah Sabainya Razi buat disana?', 'aman indak ya dia disana?', ' ada yang mengganggunya indak ya?', berat hati Razi memikirkannya. Teman Razi malah nawarin cewek di sini, biasalah orang-orang kantor ... mereka sewa buat mereka karena jauh dari istrinya ... tapi Razi indak. Razi indak mau menyakiti hati Sabai," Razi terdengar kesal.

"Makasih," Angrea menunduk menjawabnya.

"Sampai kapan? hati Razi takut Angrea disana yang tergoda atau iman Razi goyah, Razi sampai hampir tertabrak mobil operasional karena melamun," ucap Razi bersuara tinggi sampai kami bisa mendengarnya dengan jelas.

"Ya Allah, Uda indak apa-apa?" suara Angrea terdengar cemasĀ 

"Raga Razi indak kenapa-kenapa, tapi hati Razi ... apa Sabai mangarti ..." suara Razi melemah.

"Angrea disini jaga semuanya ... Angrea kan disini bukan sendirian, tapi sama Ella dan yang lain ..." Angrea berusaha meyakinkan suaminya.

"Iya ... tapi Angrea indak sama Razi kan ...?" balas Razi dengan penuh perasaan sedih.

Angrea membeku tidak sanggup menjawabnya.

"Haaah yaudah, jaga dirimu Sabaiku, Razi selalu cinta Angrea, Assalamu'alakum," ujar Razi lalu mengakhiri VCnya dengan Angrea.

"Wa'alaikumsalam," jawab Angrea meski sudah dimatikan VCnya.

Angrea menghela nafas, menengadah keatas memejamkan matanya. Ia lalu kembali melihat layar, mengetik-ngetiknya.

Rupanya ia menyambungkan koneksi iphonenya ke set audio di apartemen ini. Terdengar lagu yang familir, Aishiteru ... lagu tentang rindu.

Dalam lagu ini tergambar jelas bagaimana perasaan yang mungkin saat ini dirasakan Razi, yang mungkin juga dirasakan Angrea. Tentang dua orang kekasih yang terpisah jarak begitu jauh.

Kerinduan memang bukan cuma tentang pertemuan namun kepastian akan kesetiaan dan kebersamaan. Hari-hari yang dijalani berdua harus terpisah jarak tentunya membuat siapapun merasa diuji. Razi tentu penuh kegelisahan, meski semua bisa ditahan lewat telepon dan internet namun hal itu bagaikan hanya sebuah hembusan angin, tak bisa sepenuhnya mengobati.

Angrea juga tentu merasa amat bersalah. Sekuat apapun tekadnya untuk menemaniku menggapai impian tak akan serta merta menghilangkan rasa rindunya pada Razi terlebih mereka berdua memang sudah bersuami istri. Oh Ama, lewat Angrea, Ella jadi paham kuatnya hatimu yang selalu berada jauh dari Papa. Dan saat ini, melihat apa yang terjadi pada Angrea dan Razi, akupun merasa begitu sedih, begitu bersalah padanya yang begitu setia mendampingiku.

Aku, Vero, Vior dan Ivory terdiam, kami tidak tahu apa yang harus dilakukan.

Lihat selengkapnya