Life Of Maharani (2)

Wachyudi
Chapter #37

Finally, Home!!!

Akhirnya aku bisa melihat tanah airku, Indonesiaku. berbagai perasaan rindu akan semuanya. Aku rindu udaranya, aku rindu langitnya, aku rindu tanahnya, aku rindu hamparan permai nan hijaunya, masakannya, orang-orangnya, bahkan aku rindu melihat sampah yang kadang masih dibuang sembarangan oleh warganya. Aku, Vero, Vior dan Ivory tiba di Bandara Internasional OTISTA ini. Terima kasih jumbo jet bundoku, Arunika Air 165, sudah setia melayani. Setelah melewati berbagai macam pemeriksaan kamipun akhirnya bisa keluar bandara.

Uda tercinta ❤️ : Razi sudah ada di depan, Sabai.

Sebuah pesan yang amat kutunggu-tunggu. Aku bahkan tersenyum memandangnya, bahkan hanya sekedar pesan darinya bisa membuatku bahagia.

Aku percepat langkahku, membuat Vero, Vior, dan Ivory juga harus setengah berlari mengejarku. Maaf girls, aku saat ini tidak bisa menahan rasa rinduku.

Jarak gerbang yang terlihat mata terasa lumayan jauh dengan rindu di dada ini. Ingin rasanya cepat sampai.

Dan disanalah ia berdiri, di sebelah mobil keluargaku untuk menjemput kami. Aku bahkan melepaskan koperku, aku tidak ingin ada beban mengganduliku. Aku ingin segera berlari menuju ia yang tersenyum menyambutku. Aku berlari ... iya aku berlari ... mungkin dilihat oleh orang-orang. Mungkin koperku sudah sedang diambil Vero yang melongo. Aku tidak peduli, aku rindu.

Ia melihatku, senang, kaget, tapi diatas semua itu bahagia terlihat jelas dari senyumnya.

Kutabrakan tubuhku memeluknya, memeluknya erat hingga kami terjatuh di lantai, lalu menciumnya, mencium Raziku. Orang-orang melihat ke arah kami, heran tentu saja. Ia membalas pelukanku dengan erat. Bisa kurasakan iapun rindu, rindu berat setelah amat lama kami tidak bertemu raga. Kubenamkan wajahku di dadanya karena kini air mataku menetes.

"Angrea kangen Razi, kangeeeen banget," ucapku.

"Razi juga kangen banget Sabai," jawabnya membalas erat pelukku.

Siapapun yang melihat pasti paham bahwa kami sudah cukup bersabar untuk bertemu. Sudah cukup lama menahan perasaan rindu. Sudah tak punya alasan untuk menunda. Aku lega Razi, aku lega bisa bertemu denganmu. Aku cinta kamu Raziku.

---

"Ya ampun iri deh Vero, Mamah enak pulang ada yang dirinduin, Vero sih jomblo," ujar Vero.

"Emang enggak kangen Mamih sama adik-adik?" tanya Angrea.

"Kangen lah kangen, nih oleh-oleh buat mereka semua," jawab Vero menunjuk setumpuk bingkisan di belakang mobil.

"Kakak tuh, Vior sama Ivory jomblo juga biasa aja, kak Angrea kan emang udah nikah, wajar kalo kangen banget," ucap Ivory.

"Iya deh Ivory paling tahu kangennya kenapa," jawab Vero sambil nyengir dan menaik turunkan alisnya menatap Ivory.

"Iiihhh sebel nih orang, huuu tahu ah," jawab Ivory mengembungkan pipi.

"Eh tapi ingat loh minggu depan kita bertiga udah mulai start up label musik," jawab Vero semangat.

"Ok siap kak, Vior ready," jawab Vior.

"Rin-chan ready enggak?" tanya Vero menusuk-nusuk pipi kanan Ivory.

"Huuuu iya Ivory ready," jawab Ivory sambil mengibas-ngibas jari pada Vero.

"Ini gimana Mah mau nganterin kita ke Cirebon?" tanya Vero.

"Kalian nginep dulu di rumah awak malem ini. Nanti besok pagi dianterin sama Razi. Razi juga baru dateng tadi malem soalnya masih agak lelah. Vero juga enggak mau gantian nyetir kan, pasti capek," jawab Angrea.

"Asiiik belum pernah nginep di rumah kak Angrea," Vior tampak senang.

"Rumahnya biasa aja koq Vior," jawab Angrea merendah.

"Asiiiik nanti malem bakal denger musik duet Mamah sama bang Razi," Vero bersorak sambil mengangkat tangan.

"Kakaaaak hentaiiii ..." Ivory mencubit pipi Vero.

Razi menggaruk kepalanya tidak gatal. Memandangku, dan saling tersipu malu saat mata kami bertemu.

---

Sebenarnya mau disangkal juga yang dikatakan Vero itu benar. Lima bulan kami berdua tidak bertemu, dipisahkan oleh jarak. Berusaha mengakali lewat VC secara intens namun tetap saja ada yang kurang. Untungnya rumah ini punya tiga kamar dan ada dua lantai. Dan malam ini Vero tidur di lantai satu sementara Vior dan Ivory tidur dilantai dua. Sengaja, karena ya mungkin saja kami akan 'mengganggu' mereka. Paling tidak Vior dan Ivory agak jauh dari kamarku dan Razi. Vero gimana? udah lah mikirin banget.

"Uda ... kangen indak?" tanyaku, jelas sudah tahu jawabannya.

"Sampai hampir mati Sabai ... Razi rindu berat," Jawab Razi melebihi ekspektasiku.

Razi sedang duduk diranjang kami, aku berdiri dihadapannya. Kugenggam kedua tanganya, merapatkan tubuhku. Kuletakan keduanya melingkari pinggulku. Kubisikan sebuah kalimat ke telinganya.

"Ini Rea udah pulang, puasin Rea malam ini Uda," ucapku, kalimat pamungkas yang bahkan, cuma dengan mendengarnya pasti membuat kejantanannya berdiri tegak. Razi menelan ludah mengangguk.

Kami mulai dengan berciuman mesra, melibatkan lidah kami untuk saling menyapa. Tidak berhenti sampai disitu, lidahnya kini tengah menjelajahi leherku, ia bahkan meninggalkan jejak disana.

Raziku semakin bergairah mendengarnya. Tubuhku sudah sedang jadi mainan tangannya. Tentunya ia juga merindukan sensasi menyentuhku. Lakukan sayang, malam ini Rea mau Razi lepaskan perasaan Razi yang selama ini tertahan, Rea mau Razi lepaskan hasrat yang selama ini dipisah jarak. Rea sayang Razi.

Lihat selengkapnya