Life of Maharani

Wachyudi
Chapter #11

Manusia biasa

Malam itu jam 08:00 WIB aku terkaget ketika menerima telepon dari Daniella.

"Eum maaf ya Adrian, besok sepertinya jadwal belajar barengnya harus off dulu, aku lagi dirawat inap," ujarnya di telepon terdengar lemah.

"Ya Allah, kamu sakit apa Niel? dirawat dimana?" ujarku sedikit banyak agak panik.

Pasalnya selama hampir satu semester ini kami berpacaran, ia selalu tampak bugar. Daniella tipe orang yang amat menjaga pola hidup berkualitas, jadi aku begitu sanksi jika ia jatuh sakit sampai harus dirawat.

"Cuma kecapekan aja, kurang istirahat kayaknya," jawabnya berusaha menenangkanku.

"Terus dirawat dimana, aku jenguk ya?" pintaku tulus.

"Eum hmm boleh ... kamar Cakrabuana tiga, rumah sakit Gunung Jati, enggak usah bawa apa-apa, disini banyak bingkisan," ujarnya terdengar lumayan senang.

"Yaudah, kamu harus istirahat kan, selamat tidur, moga mimpi indah," ucapku berusaha terdengar semesra mungkin. Inginnya sih menambahkan kata 'muach' tapi sumpah malu banget.

"Iya, makasih, Adrian juga ya," jawabnya lalu menutup telepon malam itu.

Fyuuh Daniella sakit dan aku hendak menjenguknya, ini akan jadi yang pertama kalinya aku menjenguknya kala jatuh sakit. Ya Allah, semoga kamu cepet sehat Niel.

---

Esoknya sepulang sekolah aku bergegas pulang untuk mandi, makan, lalu bersiap menjenguk Daniella. Ibuku bersikeras menyuruhku membawakan puding cokelat buatannya meski kubilang Daniella sudah melarang untuk membawa apapun dari rumah.

"Ya masa kamu tangan kosong mau jenguk?! masa ibu enggak bawain apa-apa buat calon mantu ibu," ujar ibuku bersikukuh.

Meskipun ya, aku sih senang saja, tapi optimis sekali ibuku menyebut Daniella 'calon mantu'. Kami kan baru pacaran, maksudku masih terlampau panjang bukan proses yang harus dilalui untuk sampai ke titik itu, ya kan?

Akhirnya mau tidak mau, terpaksa aku membawa puding buatan ibuku agar dia tidak melulu bicara.

Dan kakakku mengantarku berboncengan sepeda motor maticnya. Ia juga inginnya ikut menjenguk hanya saja siang ini dia masuk shif kedua yang dimulai jam 02:00 siang.

"Ya disini aja Kak, nanti Adrian pulang naik angkot aja," kataku sambil turun dari motor dan memberikan helm yang kupakai.

"Salam ya buat calon adik ipar Kakak, bilang maaf Kakak enggak bisa jenguk, mungkin kalo ada libur Kakak sempetin," ujarnya lancar saja.

"Apa sih, Kakak sama ibu tuh kelewat optimis, PD banget mantu lah, adik ipar ... masih jauh kalee ..." tak ku pungkiri aku sendiri yang jadi salah tingkah akan kelakuan mereka.

"Yeee ... ini tuh doa, bontotttt," godanya sambil merapihkan rambutku.

Iapun lantas segera beranjak pergi dengan motornya.

---

"Cakrabuana tiga? itu di deretan VVIP Dek, bukan disini, ini sih kelas satu." seorang perawat menjelaskan padaku.

"Iya ke utara terus nanti ada pintu besar tulisan Carkrabuana, masuk situ isinya kamar Cakrabuana semua, cuma lima koq." si perawat menunjuk kearah mana aku harus berjalan.

"Owh iya, makasih Bu," balasku berterima kasih.

Iya juga, bodohnya aku, ini kan Daniella yang dirawat, pastinya pakai kamar VVIP kan? polos benar aku berpikir kalau dia mau dapat kamar kelas satu belaka.

Dan dalam beberapa menit aku sudah sampai di ruangan tersebut, kamar tempat Daniella dirawat bisa terlihat dari Erik yang duduk di sofa depan sambil membaca koran. Akupun lantas menghampirinya untuk lalu masuk.

"Mas Adrian, tunggu! masih ada tamu di dalam, Nona sudah titip pesan koq," ia memberi isyarat agar aku menunggu, lalu kuputuskan untuk duduk di sofa bersebelahan dengan Erik tapi agak berjarak.

Dari tampak luar saja sudah terlihat ini kamar spesial, bertuliskan VVIP. Di depan kamar ada kolam ikan koinya, bahkan vending mesin segala di bagian ruang tunggu tamu, sudah mirip lobi hotel.

Lihat selengkapnya