Kupasang earphoneku dan aku mainkan 'Welcome to my life' dari Simple Plan dengan maksud agar tak kudengar suara di bawah, suara yang selalu mengganggu dari bajingan itu. Kupikir ia sudah tidak akan datang lagi tapi ternyata ia masih tidak rela kami hidup tenang.
"Heeeeh denger enggak anak kurang ajar, ngapain kamu mau kuliah mending kerja ... jual diri biar dapet uang, kamu pikir kuliah gratis!!!! mana uang hasil kerja lo jadi artis Vero??!!!" suara pria itu memekakkan telinga.
Perlahan suara langkah kaki kudengar menuju kamarku dari lantai satu rumah ini. Langkah kaki dari pria paling brengsek di dunia.
"Brak brak brak!!!!" pintu kamarku dipukul dengan keras.
Kututup telingaku dengan tangan karena kini earphoneku tidak cukup untuk menutupi suaranya.
"Pih udah!! kamu kenapa? kasian Vero." terdengar suara Mamihku.
"Plaaaaak ..!!! brengsek ini lagi ngumpetin uang!!" sebuah suara lain yang tidak kusuka.
Aku lantas mengambil tasku dan keluar dari kamar, mendorong lelaki brengsek itu hingga terjatuh. Ia terjatuh menabrak guci kesayangannya. Guci mahal seharga 30 juta yang dulu ia beli dengan congkaknya kala kami baru punya uang banyak. Padahal aku tahu itu barang palsu. Dan barang itu kini pecah berkeping-keping bersama kebodohannya.
"Lari Vero lari ..!!!" perintah mamihku, pojok matanya membiru pasti karena pria bejat itu.
Aku bergegas menuruni tangga dan menuju pintu keluar.
"Heeeeeh anak bajingan!! kembali sini!!" masih terdengar suara pria pemabuk itu.
Aku berlari menjauh secepat mungkin dari neraka itu. Mamih maaf, Hellen maaf, Merry maaf, Andri maaf, baby Kellan maaf? aku harus pergi. Vero udah enggak tahan sama kedatangan pria bajingan itu.
---
"Vero, Vero ... bener kan Vero Velvet ...?" seorang cowok memanggilku padahal aku sudah berusaha menutupi wajahku dengan masker dan hoodie.
Kulihat sekilas memastikan siapa yang memanggilku dan ternyata itu Adrian.
Kenapa harus dia sih? kenapa harus saat pikiranku kalut begini? please, there will be no 'funny Vero' for now.
"Hey Vero kan bener? lagi ngapain?" ujarnya terdengar sok akrab di telingaku.
Bukannya kami tidak seakrab itu, dia pacarnya Daniella sih. Tapi kami para Velvet memang tidak ada yang setuju soal hubungan mereka. Aku masih mau meladeninya karena memandang Daniella.
"Owh Adrian ya ... lagi jalan-jalan aja," jawabku mencoba menjawab seperlunya.
"Owh, koq sendirian? enggak sama anak-anak Velvet." Masih berusaha mengobrol rupanya dia.
"Emang lagi jalan sendiri aja, kayaknya saya mesti kesana deh, duluan ya!" ujarku mencoba menghindar.
"Owh aku juga mau kesana, bareng aja," ucapnya, keras kepala juga dia.
Akhirnya kamipun berjalan bareng, atau lebih tepatnya bagiku dia mengekor di sampingku.
"Tolong kalo di tempat umum jangan asal bilang panggil member Velvet dong!" ujarku masih risih soal tadi.
"Owh maaf, saya kira enggak apa-apa, emang kenapa?" ia malah bertanya.
"Privasi, masa enggak paham ... kadang ada fans yang maksa minta jabat tangan, foto bareng, tanda tangan. Kemungkinan paling buruknya haters yang enggak suka sama kita. Daniella pernah disilet loh tangannya, enggak cerita ya?" jawabku mengurai alasannya.
Adrian tampak terkejut mengetahui fakta itu, hal tersebut tampak jelas di wajahnya.
"Saya enggak tahu, koq enggak cerita ya?" kini wajahnya mendadak berubah 180°.
"Wajar sih kalo enggak cerita," jawabku singkat.
"Makanya itu ... buat apa juga coba saya repot-repot nutupin muka di tempat umum," kulengkapi penjelasanku.
"Oh iya maaf, saya enggak tahu." Adrian merasa bersalah.
"Banyak sih yang kamu enggak tahu, lagian kamu baru sebentar kenal sama kita-kita." Nada bicaraku jadi semakin berat.
"Apa aja tuh? saya cuma paham kalian tuh cantik-cantik, terkenal, super sibuk, dan dari keluarga berada gitu," ucapnya jelas minim info.