Empat hari lagi aku akan bertolak ke Amsterdam untuk memulai perkuliahanku. Beberapa hal tentu sudah aku persiapkan agar tim di sini bisa tetap berjalan dengan baik. Untungnya, dan aku amat bersyukur untuk itu, aku memiliki tim yang luar biasa. Ada Gege dan bang Zack di Le Viral.id serta para manager juara serta seluruh staf yang amat sangat loyal dan bisa diandalkan. Vior dan Ivorypun sudah semakin dewasa dan mampu membimbing anak-anak baru di Velvet, lagipula masih ada Angrea dan Vero disini.
Tim RAGE bekerja dengan amat profesional, dan mereka bisa menerimaku yang terbilang amat sangat muda untuk "berada" dalam tim pengembangan. Akupun sudah semakin dekat dengan adikku, Marvellina. Karena rasanya akan jadi hal yang mengganjal bila kami masih menjauh seperti sebelumnya. Rasanya keberangkatanku sudah tanpa ada ganjalan lagi.
Namun masih ada satu urusan yang harus aku selesaikan. Project regenerator dengan Sabugha, project ini juga amat penting mengingat hal ini jadi jembatan kerjasama antara RAGE dan SHINE.
Aku bertolak dari Bandara OTISTA dengan jet khusus dari Mahalini Air agar cepat sampai. Setelahnya, di bandara, mobil jemputan dari SHINE lekas menjemputku. Aku memang sudah membuat janji bertemu dengan Sabugha. Akan sulit bertemu dengannya jika tanpa janji sebelumnya.
Sekitar satu jam, aku sampai di mansion Sabugha. Mansion miliknya memang kuakui amat berkelas. Satu dua lah dengan rumahku, hanya saja ini lebih punya aura khas yang sulit dijelaskan, Setidaknya satu kali aku datang ke sini. Berlantai tiga dengan bentuk yang sejujurnya bila dipandang dari jauh, seperti Pyramid dengan dominasi warna hijau. Letaknya cukup tersamar diantara bukit-bukit pinggir pantai.
Kupeluk koper berisikan alat buatanku, benda inilah yang akan aku berikan padanya yang sudah tentu menjadi tanda kerja sama antara RAGE dan SHINE. Sejujurnya bantuan Marvellina kemarin yang sudah membuat device ini akhirnya sempurna, aku berhutang budi pada adikku itu.
"Silahkan Nona, Sabugha sudah bilang agar Nona langsung menemuinya," ujar seorang wanita berparas cantik dengan kacamata bulat besar.
Dari penampilannya harusnya ia bukanlah seorang pelayan tapi sekretaris atau ajudannya. Hmmm boleh juga seleranya punya sekretaris cantik begini, mana sudah akrab memanggil hanya nama, bikin penasaran.
Si sekretaris menunjukan sebuah pintu ruangan yang tampak estetik sekaligus futuristik.
"Itu ruang pribadi Sabugha, akan terbuka otomatis, maaf saya permisi dulu," si sekretaris menunduk sedikit lalu langsung pergi dengan cukup sigap.
Rupanya ini pintu otomatis, terlihat seperti amat tebal, kusentuh untuk kurasakan bahannya.
Seperti terbuat dari titanium, namun ada kesan berbeda yang belum pernah kurasakan dari berbagai jenis logam-logam yang pernah kupakai sebelumnya. Sabugha memang super genius, sejauh ini ia adalah pria tercerdas yang pernah kukenal.
Aku memasuki sebuah ruangan yang seluas setengah lapangan bola. Mumpung di ruangan khususnya Sabugha, aku mengaktifkan device acquisition data holistic buatan Papa di handphoneku yang bisa memindai teknologi dan memperoleh struktur eksternal maupun internal suatu komponen.
10 meter dari tempatku berdiri tampak Sabugha sedang dalam pose latihan. Sambil memegang sebuah toya yang berdiri tegak dilantai, ia sendiri dalam posisi horizontal dengan kakinya menyentuh lantai seperti sedang push up.
Sabugha tengah memejamkan mata, hanya mengenakan celana pangsi hitam yang terlihat tebal dan berat serta sepasang sarung tangan. Posisi tersebut terlihat sulit, Lantai di bawahnya mengeluarkan medan energi yang aneh.
Dari yang bisa kutebak harusnya batas garis kotak dilantai tempatnya latihan adalah alat gravity manipulator yang bisa mengatur gravitasi semaunya.
"Hmmm rajin sekali," ujarku berusaha menarik perhatiannya.
Di luar dugaan, ternyata Sabugha terkaget dan konsentrasinya buyar karena itu. Ia terjatuh dengan bunyi yang lumayan keras.
"Bruuuk ...!!!"
Aku yang kaget sekaligus khawatir lantas segera mendekat.
"Stoop!!! di sini berat, Aztras rhem!" ucapnya dan seketika lampu di area lantai tempatnya berlatih mati.
Ia akhirnya perlahan-lahan bisa berdiri sambil mengatur nafas. Toyanya masih ia pegang meski tadi sempat terjatuh. Kini bisa kulihat tubuhnya yang tegap dan gagah. Barisan otot yang terbentuk tampak dilatih dengan baik. Peluh ditubuhnya justru membuatnya terlihat lebih ... eum sexy. Dada dan kepalaku agak panas melihat pemandangan itu, sampai-sampai tidak sadar kugigit bibir bawahku sendiri agak terhanyut melihatnya.