Life

Purwosari
Chapter #2

Sebelum tragedi

Semilir angin memecahkan keheningan di sore hari, jalanan nampak sepi dan hanya tersisa lalu lalang kendaraan roda dua. Asyifa berjalan menuju toko percetakan yang akan menjadi tempat ia bekerja. Perjalanan dari tempat ia magang dengan toko percetakan memakan waktu 15 menit menggunakan angkutan umum. Sampai di tempat percetakan ia melihat ke arah kampus yang berada di seberang jalan, beberapa mahasiswa seperti sedang berkumpul di lapangan. Beberapa kampus akhir-akhir ini sering mengadakan demonstrasi di jalanan, dan kabarnya juga akan diadakan demonstrasi besar-besaran. Asyifa yang pendiam cukup merasa takut dengan keramaian, karena hal itu ia lebih memilih menyibukkan diri mencari uang ketimbang mengikuti acara-acara seperti itu.

Asyifa, Amel dan Abizar, mereka dari satu kampus yang sama, sama-sama semester 6 tetapi dari jurusan yang berbeda. Amel mengambil jurusan sastra Inggris, Abizar dari jurusan kedokteran dan Asyifa dari jurusan jurnalistik. Amel dan Abizar bisa saling mengenal karena saat pelaksanaan ospek mahasiswa baru mereka berdua tidak sengaja dipertemukan, berawal dari saling mengagumi kemudian saling suka dan mereka memutuskan berpacaran setelah semester 3. Asyifa tidak cukup dekat dengan Abizar, hanya saja ia tahu sifat dan segala hal tentang Abizar dari Amel. Bagi Amel, Abizar adalah sosok pria yang dingin di luar tapi hangat di dalam. Bagi sebagian orang yang melihat Abizar pasti akan mengira dia sosok manusia beku yang berjalan, Abizar juga tidak mudah bergaul dengan lawan jenis bahkan teman-teman Amel pun ia tidak begitu mengenalnya termasuk Asyifa, berbeda dengan Amel yang hampir mengenal semua teman-teman Abizar. Amel dan Abizar memang sosok pasangan yang bertolak belakang dari segi sifat dan kebiasaan, tetapi mereka berdua adalah sosok yang saling melengkapi satu sama lain. 

"Permisi Pak," sapa Asyifa pada pemilik toko. 

"Eh Adek yang kemarin itu ya?", tanya Bapak itu menerka-nerka.

"Iya Pak."

"Sini Dek masuk ke dalam. Nama Bapak Arman, panggil saja Pak Aman. Adek siapa namanya?"

"Saya Asyifa Pak."

"Ada panggilan khusus?".

"Bebas Pak," jawab Asyifa tersenyum simpul.

"Ya sudah Bapak panggil Asyifa saja. Asyifa bisa pakai komputernya?", tanya Pak Aman sambil menunjukkan komputer di sampingnya.

"In syaa Allah bisa Pak."

"Nanti tugas kamu layanin pelanggan yang mau cetak foto, prin tugas, fotocopi, kadang ada beberapa anak SMP sama SMA yang mau dibuatkan makalah, ya seperti pada umunya saja kamu pasti faham kan?"

"Iya Pak, faham."

"Bapak kesini lagi di jam 9, nanti kamu tutup tokonya tunggu saya datang ya."

"Baik Pak, Makasih sebelumnya Pak."

"Sama-sama."

Satu persatu pelanggan berdatangan, rata-rata dari mereka adalah mahasiswa dari kampus seberang. Asyifa sebagai orang baru tidak begitu hafal dengan pelanggan setia Pak Aman, karena beberapa dari pelanggan selalu menanyakan Pak Aman.

"Mbak orang baru ya?", tanya seorang pria berjas biru dari almamater kampus seberang.

"Iya Mas," jawab Asyifa melihat sekilas ke arah pria yang menyapanya.

"Pak Aman kemana?", tanyanya lagi.

"Ada keperluan Mas kayaknya, saya kurang tau," jawab Asyifa.

"Oh gitu. Tolong di prin semua masing-masing satu ya Mbak."

"Iya, tunggu sebentar ya."

Sambil menunggu, pria itu memainkan ponselnya sementara Asyifa sibuk menunggu file yang keluar dari mesin prin.

"Mbak mahasiswi ya?", tanya pria itu memecahkan keheningan.

"Iya Mas."

Lihat selengkapnya