Nara anna winata, duduk di depan cermin kamarnya, memandangi bayangan dirinya. Senyum itu, senyum yang selalu ia kenakan di sekolah, di depan teman-teman, dan bahkan di depan keluarganya terlihat begitu meyakinkan. Tapi, di balik senyum itu, ia tahu semuanya hanyalah topeng.
"Nara, cepat turun! Jangan terlambat!" suara ibunya memecah kesunyian.
Dengan cepat, ia merapikan seragamnya dan turun ke ruang makan. Ibunya sudah menunggu, sibuk mengingatkan jadwal harian Nara.
"Kamu sudah selesai latihan matematika? Ingat, besok juga ada ulangan. Jangan sampai nilai kamu turun. Dan jangan lupa, sore nanti ada les tambahan," kata ibunya tanpa memberi Nara kesempatan untuk menjawab.
Nara hanya mengangguk. Ia tahu, apa pun yang ia katakan tidak akan mengubah apa pun.
Pandangan Nara beralih ke Ayah yang sudah duduk dari tadi sambil membaca koran, Nara pun langsung duduk di kursi meja makan didepan ayah, sementara ibunya menyiapkan sarapan dimeja makan.
"Belajar yang rajin, jangan buang-buang waktu sama hal yang gapenting," ucap ayah sambil menutup koran dan meletakkannya disamping piring.
" Iya ayah," jawab Nara yang sebenarnya tidak peduli dengan les dan melanjutkan makannya.