"Jadi, apa yang akan guru putuskan? Ikut atau tidak?"
Raven yang bertanya terus memojokkan Flash hingga ke sudut batinnya. Pria itu gundah hanya karena memikirkan undangan yang Dewan Hutan berikan.
Bukan tanpa sebab dia demikian, karena sesuatu yang kiranya sulit dijelaskan mengganjal hatinya untuk membuat keputusan.
"Memangnya, apa salahnya menerima undangan mereka? Bukankah mereka ingin memperbaiki hubungan dengan kita?"
Perkataan Hikaru itu membuat Flash membuat kedua alisnya bertaut. Pemuda itu baru kali ini melihat pria tua itu menunjukkan raut marahnya yang cukup mengerikan tersebut.
"Justru itu yang membuatku sulit menerima undangan mereka. Saat mereka tiba-tiba mengundang kita ke dalam ajang yang diadakan oleh mereka sendiri dengan dalih perdamaian, kita patut curiga akan hal itu."
Flash mengaitkan jari jemarinya, guratan di atas alisnya berkerut begitu jelas.
"Apalagi, turnamen itu adalah tempat dimana para petarung terkuat hutan terlarang akan berkumpul untuk merebutkan gelar Putra Hutan. Aku tidak mau seorang pun dari pihak kita terluka karena bertarung dengan mereka."
"Aku yakin bisa mengalahkan beast-beast itu, guru. Kau bisa mempercayaiku!" Raven menepuk dada.
"Kau memang kuat, Raven. Tetapi, mereka yang ada disana jauh lebih kuat darimu."
"Maka aku akan berlatih dengan giat. Aku akan bertambah kuat untuk mengikuti turnamen itu!"
Flash menyalang pada pemuda bermanik ungu itu. Tatapannya tajam menusuk ke dalam netra Raven.
"Jangan bercanda, Raven. Jangan sembarang mengambil keputusan. Kau tahu sendiri bukan, bagaimana sikap kaum beast kepada kita para manusia?"
Raven tak menjawab, dia tak berani menyangkal apa yang gurunya itu katakan.
"Memangnya, apa kaum beast sangat membenci kita para manusia?" tanya Hikaru.
"Mereka... Sangat membenci manusia."
Deraian memori bergelimpangan di depan mata Flash. Menghamparkan segenap ingatan yang dimilikinya tentang kaum beast.
"Dahulu, saat aku masih anak-anak, kaum beast di Hutan Terlarang seringkali berperang dengan Leedia. Hanya keluargaku yang tidak pernah diganggu oleh mereka."
Flash mendongak ke atas, memandang hamparan biru dengan sedikit corak putih yang dilukiskan oleh angin.
"Namun, saat walikota Leedia meminta ayahku untuk menegosiasikan perdamaian dengan kaum beast sesuatu yang buruk terjadi."
Wajah pria tua itu layu memandang kosong ke cakrawala biru. Melintas memori pahit yang seakan telah berusaha dia buang namun kembali lagi secara tak terduga saat ini.
Hikaru pun tak berani berkata. Kiranya, pemuda itu menyesali pertanyaan yang dia lontarkan kepada Flash.
"Nah, sekarang. Apa kita akan mengikuti turnamen itu atau tidak?" Raven memecah hening.
"Jika memang niatan mereka adalah untuk berdamai, maka aku tidak akan sungkan. Tetapi, aku tidak sepenuhnya percaya pada niatan mereka itu. Terlebih, siapa yang akan menjadi petarung kita?"
"Sudah kubilang, guru. Akulah yang akan mewakili kita," tegas Raven percaya diri.
"Kau yakin?"
Raven mengangguk menegaskan diri, "Tentu."
Hikaru mengangkat tangannya, "Maafkan aku, untuk bertanya seperti ini. Tetapi, kenapa bukan kau sendiri yang ikut serta, tuan Flash?"
"Itu karena aturan turnamen melarang para tetua ras untuk menjadi peserta. Aku disini berperan sebagai tetua kaum manusia. Tentu aku tidak bisa mengikutinya."
Hikaru memanggut, lalu tertegun sejenak.
"Kalau begini, maka aku memutuskan bahwa kita akan ikut serta dalam turnamen itu. Namun, kita semua harus selalu waspada. Bagaimanapun juga, Dewan Hutan dan kaum beast Hutan Terlarang adalah pihak yang patut diwaspadai."
Semua orang dewasa disana mengangguk. Anak-anak hanya ikut memperhatikan seraya menghabiskan jajanan di toples mereka.
"Dan khusus untukmu, Raven. Kau akan berlatih lagi mulai hari ini. Temui aku nanti sore di dekat sarang Swamptail."