Lika-Liku Luka

Republika Penerbit
Chapter #2

Michael: Pengasuh

Kakakku bilang aku akan punya pengasuh baru, setelah sebelum-sebelumnya dia memperkerjakan tiga sampai lima pengasuh. Semua pengasuh itu tak tahan lalu memilih mengundurkan diri. Ini adalah pengasuh kelima dalam waktu tiga bulan dan masih perempuan. Siapa pun itu, aku tidak tahu dan tidak mau tahu. Dan, yah, kupikir ini akan sama saja dengan sebelumnya tapi alangkah kagetnya aku ketika yang kutemukan adalah teman lamaku semasa kecil hingga tumbuh remaja dulu.

Teman yang otaknya brilian padahal asupan gizinya tidak cukup.

“Melati?” Suaraku bahkan terdengar bergetar saat kusebut nama itu. Sudah sepuluh tahun lebih berlalu dan aku tidak pernah melihat dan bertemu dengannya. Kupikir dia sudah bekerja di perusahaan ternama dan menjadi orang hebat.

Rupanya....

Sekarang aku mengerti kenapa orang miskin tetap miskin dan orang kaya tetap kaya. Sekarang aku mengerti betapa besar pengaruh ekonomi dan privilese keluarga pada keberlangsungan masa depan anak. Jika Melati di posisiku, tak tahu lagi sudah melejit seperti apa Stasiun Vaganza TV.

Aku hendak bertanya lagi ketika Melati masih terdiam dan matanya tampak memerah. Sepertinya aku sudah lancang menghakimi hidupnya. Karenanya, seluruh pertanyaanku tertelan kembali. Kendati begitu, bagiku, ada sesuatu dalam dirinya yang berubah, seperti bohlam yang meredup sebelum benar-benar padam.

“Aku mau masuk,” kataku tanpa menatapnya. Kuraih tongkat bantu di dekat kakiku. “Kamu nggak perlu ngapa- ngapain.”

Melati membantuku berdiri. Tangannya memegangi pergelangan tanganku. Jari-jarinya merapat di kulitku. Ini sungguh aneh. Sungguh aneh melihat dialah yang membantuku. Lagi. Tak jauh beda dari dulu.

“Ayo,” katanya.

Aku tidak bicara lagi. Kugerakkan kaki kananku yang masih bisa berjalan normal, dan menyeret kaki kiriku yang masih lumpuh.

Lihat selengkapnya