3 HARI KEMUDIAN
“Belum masuk juga dia?” tanya Irva sambil menaruh tasnya di meja. Hari itu kelas sangat ramai karena akan diadakannya festival tahunan di sekolah mereka. Beberapa siswa sibuk menghias ruang kelas, beberapa lainnya sibuk menghafalkan gerakan dance, sedangkan segelintir lainnya sibuk sendiri mempersiapkan salah seorang dari mereka yang ingin mengatakan cintanya kepada seorang kakak kelas.
Linda mengangkat bahu dan berkata: “Di telpon, di chat, sampe gue SMS, enggak direspon semua.”
“Kemana ya itu anak? Sakit kali?”
Linda menghela napas. “Gue jadi enggak enak nih, apa gara-gara gue yang ngomong macem-macem soal orangtuanya.”
“Lu sih ngomong enggak bisa direm,” timpal Irva.
“Ya kan awalnya gara-gara lo juga!”
Irva terdiam sejenak. “Lin, apa teori-teori yang kita pikirin itu beneran kejadian? Dan sekarang Wenny dalam bahaya?”
“Ah, bahaya gimana. Wenny kan orangnya penakut, enggak mungkin ngelakuin yang aneh-aneh.” Linda merenung sambil memperhatikan gerakan dance teman-temannya yang tidak sinkron sama sekali. Ia tahu, selain dirinya dan Irva, tidak ada satu pun dari teman mereka di kelas yang peduli dengan ketidakhadiran Wenny yang sudah berhari-hari itu.
“Kita datengin rumahnya aja sore ini, gimana?” Irva menawarkan.
“Yah, sore ini kan Kak Dito gebetan gue tampil nge-band!”
“Bodo amat.”
“Iya, iya. Oke deh.”