Like A Flowing Wind

Sugiarty Nasir
Chapter #7

Aaron Blenda

Pelajaran biologi sedang berlangsung, aku tidak mengerti sama sekali apa yang dijelaskan Bu Guruku itu. Di kepalaku memikirkan cara bagaimana membuat semuanya membaik. Kalau dari saran Aaron saat kita video call, bagusnya mengirim surat cinta ke Momma. Tetapi, setelah aku pikir, pasti akan gagal. Momma buka tipe wanita romantis. Atau bisa dicoba. Semua kemungkinan pasti ada beberapa persen keberuntungannya.

"Jill!" Guncangan di pundakku, membawaku sadar dari dunia khayal. Teman sebangku ku menunjuk ke depan kelas. Guru biologi yang bersanggul besar itu sedang menatapku dengan matanya yang tajam karena eyeliner tebalnya. "Kamu kalau mau mengkhayal, jangan masuk kelas saya!" Aku hanya mengangguk untuk membalas teguran dari guru biologi ku itu.

Aku kembali melihat buku paketku yang sedari tadi membacaku. Aku ingin mencoba membacanya tapi, aku terlalu malas. Ku ambil buku catatan harianku, membuka halaman yang kosong.

Hi, Jill di sini.

Aku cuma mau nitip catatan kecil,

"Mission 1 : buat surat cinta dari Poppa untuk Momma. Kirim ke kampus."

Oia, nitip satu lagi. Lusa Poppa ke Bangkok.

Dah, itu aja...

See ya,

Bersamaan dengan selesainya aku menulis di buku harianku, bel istirahat berbunyi sangat nyaring. Siswa-siswi yang tadi fokus dengan buku dan tangan yang menari di atas kertas putih, bersorak gembira. Sama sepertiku. Buru memasukan semua buku ke dalam laci dan mengambil ponsel di dalam tas. Berlari keluar menghirup udara kebebasan.

Aaron melambai-lambaikan tangannya dari depan kelasnya. Aku bertanya apa, sudah pasti tak bisa dia dengar. Aku melihat gerakan bibirnya, dia menyuruhku lekas turun, dia lapar.

"Aahhh, ganteng banget!" teriak siswi yang sudah mulai memadati pinggir jalan sambil berteriak histeris. Ada juga yang terburu-buru turun ke lantai bawah. Hingga mereka saling berebut jalan.

"Mereka bukannya icon-nya KU, kan?"

"Iya, tiga serangkai!"

Aku menggaruk kepala bingung. Tidak paham apa yang cewek-cewek ini ributkan. Bahkan aku sampai tidak bisa lewat. Setiap aku mencoba untuk membuka jalan, mereka mendorongku. Kan, bisa turun gantian!

"Diam!" Teriakku lantang, suara-suara bising yang tadi sibuk mengagumi entah siapa, terdiam. Cewek-cewek yang sibuk berebut turun, memberiku jalan.

Aku cepat-cepat turun. Mengambil langkah lebar agar tak terkena macet lagi karena suara mereka semua kembali bising.

Lariku terhenti ketika melihat tiga anak KU sedang berbincang dengan kepala sekolah. Dua mengenakan seragam khas anak fakultas teknik dan satunya mengenakan jas fakultas floristy.

Mereka melihatku, karena memang arah mereka berdiri menghadapku sekarang, kepala sekolah membelakangiku. Aku tidak bisa menghindar karena aku hanya bisa lewat dekat mereka untuk pergi ke depan kelasnya Aaron lalu ke kantin.

"Kita lewat sana aja, ke toiletnya nanti aja."

"Iya, kapan lagi bisa lihat tiga cowok ganteng secara dekat."

"Aku mau lihat Kak Anan. Kata Kakak aku yang se-fakultas sama Kak Anan, Anan itu ganteng banget!"

"Aku mau lihat Kak Sam, dong!"

Lihat selengkapnya