Like It

Jeni Hardianti
Chapter #2

Memories

"Bukankah dulu kita saling mencintai saat masih bersama? Bukankah dulu kita terbiasa sakit bersama? Menganggap setiap luka satu sama lain sebagai milik kita sendiri."

**** 

Musim hujan---2016

Hujan telah reda dan mereka memutuskan berangkat sekolah bersama-sama.

  Raihan memarkirkan motornya di parkiran sekolah, Salma turun dari boncengan dan berdiri di sebelah sepeda motor Raihan.

   Melihat hal itu Raihan mengernyitkan dahi, "nggak masuk?"

   "Kita datang sama-sama, sekarang sudah terlambat, kalau harus dihukum misalnya, ya harus sama-sama juga." Salma menjawab sambil tersenyum kecil.

   "Sepertinya kita beda kelas." Raihan menjawab sambil membetulkan letak kacamatanya yang merosot.

   Giliran Salma yang mengernyitkan dahi, "memangnya lo kelas berapa?"

   "12-3."

  Salma memalingkan wajahnya malu, bisa-bisanya dia dengan percaya diri berharap sekelas dengan Raihan. Tanpa berkata apapun, Salma segera berlari kecil menuju kelasnya.

   Raihan terkekeh kecil, hari ini dia merasa harinya istimewa karena dapat menemukan perempuan seperti Salma.

  Tepat seperti dugaannya, karena terlambat Salma dihukum untuk membereskan perpustakaan yang seperti kapal pecah.

  Salma membereskan buku-buku di perpustakaan itu dengan setengah hati. Bahkan terkesan tidak ikhlas, padahal saat dia membuka pintu kelas guru yang mengajar baru saja selesai mengucapkan salam. Harusnya kan tidak terlambat dan tidak dihukum.

  "Salma?" Suara itu membuat Salma menoleh, bulu kuduknya berdiri karena mengira suara yang memanggilnya bukan manusia.

   Tentu saja, di perpustakaan ini Salma membereskan buku sendirian.

   "Kamu ngapain disini?" 

  Suara itu kembali menyebut, Salma memberanikan diri melirik, posisi suara itu ada dibelakangnya, tangannya memegang buku paling tebal, bersiap memukul jika yang dibelakangnya bukan manusia, sampai satu detik kemudian dia berbalik, kemudian menghela nafas lega setelah tahu siapa yang memanggilnya. Raihan.

   "Dihukum juga?" Salma mencoba menyingkirkan rasa takutnya.

   Raihan mengangguk, "bagian Bu Ananti, telat lima menit aja nggak boleh masuk, jadinya dihukum."

   Salma menganggukkan kepalanya. Setidaknya ada yang menemani dia di perpustakaan ini.

   Pandangan Raihan beralih pada sebuah buku tebal yang ada di tangan kanan Salma, "itu-"

   "Bukan apa-apa." Salma segera membuang buku tebal itu ke sembarang arah. Sambil tersenyum kaku.

   Jangan sampai Raihan sadar bahwa buku itu adalah senjata Salma untuk melumpuhkan sesuatu yang membuatnya takut.

****

   Kriing!

   Raihan tengah memeriksa etalase saat bel pintu berbunyi pagi itu, sesegera mungkin dia berbalik dari posisinya, tersenyum kecil pada seorang pelanggan yang berjalan ke arahnya, "selamat datang, apa saya bisa bantu carikan obat?"

   Perempuan paruh baya itu nampak tersenyum kecil melihat keramahan Raihan, "saya nyari obat tetes telinga."

Lihat selengkapnya