Like It

Jeni Hardianti
Chapter #3

Eternal Sunshine

  "Aku mencoba membencimu, kembali mengingat bahwa kita sudah saling berpisah, kemudian hatiku hancur, ketika mendapati aku sama sekali tidak bisa melupakanmu."

****

  'Apa kabar?'

  Dua kata itu terus terngiang-ngiang di kepalanya, suara lembut yang sudah lama tidak dia dengar. Suara yang selalu dia lupakan, dan saat sudah terlupakan mereka di pertemukan lagi dalam keadaan tidak terduga, dan sialnya selalu Salma yang kali pertama menemuinya,

  Ralat.

  Bukan menemui, tapi dipaksa untuk selalu bertemu.

  Taman kota siang itu cukup sepi, setelah mengantarkan pesanan pada orang yang paling tidak ingin dia temui, Salma memutuskan untuk berdiam diri di taman dulu, menenangkan hatinya yang secara paksa kembali mengingat masa lalunya lagi.

  Seharusnya dia curiga karena alamat tujuan setelah mengantar pesanan dari rumah sakit adalah ke apotek, tapi dia tidak sadar hal itu, yang dia pikirkan mungkin saja teman seorang perawat dirumah sakit itu memiliki nama yang sama dengan masa lalunya, nyatanya, mereka orang yang sama.

  "Salma?" 

  Suara seseorang membuatnya kaget, hampir saja dia berlari ketakutan karena suara itu, jika saja dia tidak melihat dulu siapa yang memanggilnya.

  "Kamu ngapain disini?" Tanya orang itu lagi, kini mendekat dan duduk di sebelah Salma, "nggak kerja?"

  "Lagi kerja, Kak. Tapi mampir kesini dulu setelah ngantar pesanan." Salma menjawab asal, sambil mengalihkan pandangannya pada ayunan kosong di depannya.

  "Bagaimana?" Orang itu kembali mengeluarkan suara, "sudah jatuh dari perjanjian kita, kamu masih belum kasih jawaban." Lanjutnya seraya menagih.

   Salma melirik orang di sebelahnya dengan malas, "harus banget di jawab Kak?"

   "Harus, aku serius bilang itu sama kamu, nggak main-main." Katanya melanjutkan. "Jadi? Yes or no? Mau atau tidak?"

   Salma terdiam lagi, hanya terdengar helaan nafas panjangnya.

   Sementara Gilang--cowok berseragam salah satu minimarket itu menatap Salma dengan tatapan penuh harap. Hari ini adalah tepat dua minggu setelah dia mengungkapkan perasaannya pada Salma, dan gadis itu masih belum memberikan jawaban, saat ditanya kenapa dia selalu menjawab nanti.

  "Aku-" Salma mulai mengeluarkan suara, jujur saja dia tidak enak hati jika harus menolak Gilang. Orang yang membantunya mengubur semua masa lalunya, dengan tingkah pecicilannya yang selalu bisa membuat Salma tertawa. "Aku mau."

  Gilang membulatkan matanya tidak percaya, juga ada binaran senang luar biasa di kedua iris hitamnya, "Kamu serius? Apakah ini mimpi?"

  Salma mencubit lengan Gilang cukup keras, "mimpi?"

  "Sakit, berarti bukan mimpi." Gilang kemudian berdiri, Salma tidak berani menoleh saat tahu cowok yang di sebelahnya yang beberapa detik lalu menjadi pacarnya itu melompat-lompat girang sambil berteriak senang, ingin rasanya dia menarik ucapannya, tapi apa daya, mungkin itu ekspresi Gilang yang terlalu senang karena sesuatu yang dikejarnya menerima dia dengan senang hati.

  Ini lembaran baru kisah cintanya, dan Salma sadar, dia harus melupakan masa lalunya. Benar-benar melupakannya. Dan dia juga bertekad bahwa pertemuan tadi siang adalah pertemuan kedua dan terakhirnya, dia tidak mau ada pertemuan selanjutnya lagi dengan Raihan.

****

  Musim hujan---2016

  "Perasaan gue doang apa emang iya sih, belakangan ini lo kelihatan deket sama anak kelas 12-3?" Airin bertanya pada Salma, saat ini mereka berdua tengah berjalan menuju kantin.

  Salma mengernyitkan dahi, "anak kelas 12-3? Raihan?"

  "Mungkin, gue nggak tahu namanya tapi hafal muka." Airin menjawab lagi.

   "Emang baru-baru ini gue deket sama dia." Salma menjawab sambil tersenyum kecil, "ketemunya pas di halte, pagi-pagi pas hujan."

   Airin menatap Salma dengan intens, "yang lo terlambat sampai dihukum beresin perpustakaan dua hari yang lalu? Itu gara-gara dia?"

    "Bukan." Salma menggeleng cepat. "Malah dia juga dihukum sama Bu Ananti gara-gara terlambat." Lanjutnya masih dengan senyuman kecil.

    "Lo- suka ya sama dia?"

Lihat selengkapnya