Like The Last One

Caroline
Chapter #2

Antaka, Andotta

Empat puluh lima tahun yang lalu. Kota Antaka, Andotta.

Aiss siapa yang nelpon? Setelah menyerah akan suara dering di meja tanpa henti, aku akan mengambil keputusan. Aku akan beranjak bangun dan langsung menutup panggilan telepon. Tetapi tubuhku berkhianat dengan rencana awalku. Aku dengan malas beranjak dari kasur, mengambil handphone dan mengangkat panggilan. Kembali berbaring manja pada kasur empuk, aku akan mengerjai orang ini. Aku tidak peduli dengan panggilan saat ini

“Selamat, anda mendapatkan ...“

“ANDREWWW GEONN BELUM BERANJAK BANGUNNN?”

Untung saja Handphone masih mendarat di kasur. Aku menutup rapat kedua telinga mendengar teriakan keras seorang wanita. Mendengus kasar lalu kembali memulai mimpi indah yang tertunda. Semalam jadwal syuting selesai hingga pukul dua pagi. Untuk sampai ke rumah membutuhkan satu jam. Aku baru tidur saat jam empat pagi. Aku hanya ingin tidur nyenyak saja!

Dan manajerku tercinta, Nona Mira membangunkanku pukul tujuh pagi. Tidur impianku, sekarang aku paham mengapa mama selalu memaksaku untuk tidur siang

“Hei, kau tidak ...“ Suara tersebut kembali terdengar, mengoceh kembali dan aku tidak memperdulikan ocehan nona Mira hingga beberapa saat. Akhirnya, aku menyerah, kedua mataku terbuka, kini terpaksa menjawab dengan nada tak semangat, “sudah.”

“Sudah apaan.Kau tidak ingat ada jadwal hari ini? Tuan Andrew Geon, kau masih saja tidur kan.”

Aku mendecak kesal dan berharap Nona itu tidak mendengar decakanku, “Nonaku tersayang, ini hari minggu. Nona membangunkan seorang aktor yang baru pulang pukul tiga pagi dengan berteriak di pukul tujuh pagi. Ayolah Nona,aku hanya ingin istirahat sebentar.”

Mataku kembali terpenjam dilanjutkan helaan nafas dalam. Aku harap Nona cerewet itu akan mengerti, tetapi jawaban Nona Mira membuatku bingung.

“Ini hari senin.”

Kedua alisku mengernyit, menyambar handphoneku di samping setelah mendengar penuturan nona manajer, “Hari senin?”

“Yee ...”

Lantas aku beranjak dari tidur dan bangkit berdiri dari ranjang dengan masih memegang handphone di tangan. Astaga Andraw Geon, kau benar-benar tukang lupa runtukku saat melihat kalender di handphone. Sepertinya pendengaran ku mulai tajam, suara bel berasal dari apartemenku berbunyi beberapa kali mengalihkan kedua netraku kepada pintu kamar, “Hei nona, kau di sini.Di apartemenku?”

“Tentu saja.”

Lihat selengkapnya