Like The Last One

Caroline
Chapter #2

Antaka, Andotta

Kota Antaka, Andotta. Beberapa puluh tahun yang lalu

Aiss siapa yang nelpon? Setelah menyerah akan suara dering di meja tanpa henti, aku akan mengambil keputusan. Aku akan mengerjai orang ini. Tubuhku dengan malas beranjak dari kasur, mengambil handphone dan mengangkat panggilan. Aku kembali menjatuhkan diri ke ranjang, berbaring manja pada kasur empukku, aku bertekad mengerjai orang ini. Aku tidak peduli dengan panggilan saat ini bahkan presiden sekalipun!

“Selamat, anda mendapatkan."

"ANDREWWW GEONN BELUM BERANJAK BANGUNNN?"

Oke oke, untuk orang ini aku tidak bisa menghindar. Untung saja Handphone masih mendarat di kasur. Aku menutup rapat kedua telinga mendengar teriakan keras seorang wanita. Aku sangat mengenal suara ini. Mendengus kasar lalu kembali memulai mimpi indah yang tertunda. Semalam jadwal syuting selesai hingga pukul dua pagi. Untuk sampai ke rumah membutuhkan satu jam. Aku baru tidur saat jam empat pagi. Aku hanya ingin tidur nyenyak saja!

Dan manajerku tercinta, Nona Mira membangunkanku pukul tujuh pagi. Tidur impianku, sekarang aku paham mengapa mama selalu memaksaku untuk tidur siang.

“Hei, kau tidak ..." Suara tersebut kembali terdengar, mengoceh kembali dan aku tidak memperdulikan ocehan nona Mira hingga beberapa saat.

"Andrew Geon."

"Andrew Geon. Kau masih tidur?"

"OY!"

"ANDRAW GEONN!"

Akhirnya, aku menyerah, kedua mataku terbuka, kini terpaksa menjawab dengan nada tak semangat, “sudah.”

“Sudah apaan. Kau tidak ingat ada jadwal hari ini? Tuan Andrew Geon, kau masih saja tidur kan?”

Aku mendecak kesal dan berharap Nona itu tidak mendengar decakanku, “Nonaku tersayang, ini hari minggu. Nona membangunkan seorang aktor yang baru pulang pukul tiga pagi dengan berteriak di pukul tujuh pagi. Ayolah Nona,aku hanya ingin istirahat sebentar. Aku mohon, biarkan aku menikmati tidurku.”

Mataku kembali terpenjam dilanjutkan helaan nafas dalam. Aku harap Nona cerewet itu akan mengerti, tetapi jawaban Nona Mira membuatku kebingungan

“Ini hari senin.”

Kedua alisku mengernyit, menyambar handphoneku di samping setelah mendengar penuturan nona manajer, “Hari senin?”

Lihat selengkapnya