Like The Last One

Caroline
Chapter #5

Chapter 4

Pangeran Yuho mengarahkan telapak tangannya ke arah putri Taye yang berada di belakangnya lalu menuntun gadis itu untuk menuruni anak tangga dari pesawat pribadi The Count Of Reuss, milik keluarga besar dari Reuss dengan Pangeran Yuho sebagai pemilik sahnya. Ia akan menemani sang putri setelah seminggu mereka berdua berlibur di Kerajaan Italia mengunjungi sahabat mereka, Yang Mulia Ratu Margherita yang kebetulan melahirkan anak ketiganya beberapa minggu yang lalu membuat Dirinya dan Elizabeth selalu bermain dengan keponakan mereka.

Kaisar Taye memerintahkan mereka berdua untuk berlibur selama enam minggu dan kini mereka akan menghabiskan sisa minggu liburannya di Negara Andotta. Awalnya putri Elizabeth menolak permintaan kakeknya tetapi kakeknya sama keras kepala dengan dirinya. Bujukan itu berhasil, putri Taye menerima permintaan kakeknya. Memberi tahu kedua pria berbeda usia itu agar kunjungan mereka tidak diketahui media, mereka berdua setuju.

Kakek putri mahkota Taye, Kaisar Tae Qie Guo awalnya telah menyiapkan penjagaan untuk sang cucu begitu dengan pangeran penguasa Reuss-Ebersoft. Elizabeth mengetahui hal itu dan memberi tahu kakeknya bahwa dirinya akan membawa semua pekerjaannya menuju ke Andotta.

"Baik, baik," ujar Kaisar Taye pasrah akan kata-kata cucunya yang seperti ancaman untuknya. Begitu dengan Yuho yang langsung mengurangi tingkat pengawalan tiga menjadi tingkat pengawalan satu setelah mendapat kalimat Ultimatum dari sepupunya. Elizabeth sangat bahagia, jika kakeknya meminta dirinya untuk berlibur maka ia akan memastikan dirinya berlibur seperti orang biasa.

Sir Elliot, orang kepercayaan Yuho dari Reuss dan sebagai kaki tangan untuk mengelola bisnis pribadi pangeran mudah di negara Andotta telah berdiri dengan rapi dua jam sebelum pesawat pribadi tuannya mendarat. Dua mobil lainnya adalah mobil penjaga khusus untuk mengamankan mereka berdua dan para penjaga itu berdiri di masing-masing mobil. Sir Elliot telah mendengar dari seluruh media bahwa pewaris Takhta dari Taye sangat cantik dan ia melihatnya dengan kedua netranya menangkap kehadiran putri Taye dan Pangeran mudah berjalan ke arahnya. Pria berumur lima puluh tujuh tahun menyambut dengan kehangatan, "Empire Highness and His Serene Highness." Sedikit membungkukkan kepala kepada kedua bangsawan itu.

Yuho mengubah posisinya berada di belakang Elizabeth agar gadis itu menjawab sapaan Sir Elliot. Elizabeth membalas ramah pada pria tua di depannya, "Terimakasih telah mengatur hal ini, Tuan Elliot. Panggil saja aku dengan sebutan nona. Kita tidak berada dalam tugas resmi," ungkap Elizabeth tersenyum cerah. Dalam lubuk hati kecilnya, Elizabeth hanya ingin semua orang memanggil dirinya tanpa memandang status sosial.

Pria tua itu terpana. Jika saja ada orang lain yang mendengar suara Putri Elizabeth, Sir Elliot memastikan mereka akan terpana tanpa penasarannya akan wajah pemilik suara lembut perempuan di depannya. Sir Elliot yang mendengar kata-kata putri Taye melirik ke arah Pangeran Yuho untuk meminta penjelasan akan perkataan Tuan Putri dan dibalas anggukan kecil lelaki mudah itu.

Sir Elliot tersenyum ke arah gadis ini, "Baik Nona. Maafkan saya menahan kalian lebih lama. Semoga anda mendapat kebahagiaan."

Meletakkan telapak tangannya ke dadanya lalu menundukkan kepala sedikit. Ia menjulurkan tangannya ke depan mempersilahkan mereka menuju mobil.

"Semoga anda mendapat kebahagiaan, Sir Elliot," ungkap Elizabeth tulus, berjalan meninggalkan pria tua itu diiringi pangeran mudah Yuho membuka terlebih dahulu pintu membiarkan Elizabeth masuk dan ketika pangeran mudah itu masuk, mobil mulai melaju meninggalkan bandara.

Gadis itu menyandarkan kepalanya ke arah jendela, menikmati suasana sore ibukota Andotta. Sinar matahari sore menyinari wajahnya, menghangatkan serta merilekskan gadis itu dari segala beban di kepalanya.

Elizabeth memastikan liburannya akan sangat tenang. Meskipun kakeknya begitu mencintainya dan membiarkan cucunya melepaskan diri dari tata Krama Istana. Ia tetap merasa bahwa dirinya mengalami tekanan dari media.

Ia merasa tertekan dengan berita mengenai dirinya. Media seolah-olah mengawasi juga mengatur dirinya. Hingga saat ini Media komunikasi selalu membahas akan ibunya, Ibunya yang pergi meninggalkan diri nya hampir dua puluh tahun yang lalu. Ibunya yang cantik, ibunya yang manis. Ibunya yang selalu menyayangi dirinya sepenuh hati meninggalkan anak kecilnya di mana dirinya baru berusia tujuh tahun.

Media sosial terus menerus membandingkan kehidupan dirinya dan ibunya dengan mantan istri dari putra mahkota Britania Raya. Ia tidak menyukai topik itu. Sangat tidak menyukainya.

"Elizabeth, My lady," suara Yuho berada tepat di telinganya membuat Elizabeth terlonjak kaget dan hampir terantuk pada pintu mobil. Yuho masih memandang dirinya dengan ekspresi khawatir, "Yeri, kamu sakit? Paman, ubah rutenya menuju ...," pria itu berhenti ketika satu tangan melambai ke arahnya meminta ia untuk tidak mengkhawatirkannya, "aku baik-baik saja. Paman, aku baik-baik saja."

"Kau serius? Kau melamun dan tidak mendengar panggilanku," ungkap Yuho masih khawatir, "jika tidak kita harus ke rumah sakit untuk mengobati kepalamu."

"Yuho, kamu terlalu khawatir." Netra biru gadis itu menatap pangeran mudah, "aku baik-baik saja."

Yuho menghela nafas pelan, memposisikan dirinya ke tempat semula, tetapi pandangan tetap pada gadis itu, "Kalau ada sesuatu buruk terjadi padamu, kakek anda akan membawa diriku ke penjara istana. Bukan rahasia umum Yang Mulia sangat menyayangi cucunya."

Lihat selengkapnya