Two Regrets

Anisha Dayu
Chapter #2

Semua Tentang Kita

Raka sontak membuka mata dengan dada yang berdentum-dentum. Dengan sebelah tangan ia lalu menyeka keringat dingin yang nyaris masuk ke matanya. Siaaal! Kenapa mimpi yang hadir semalam adalah reka ulang kejadian putusnya dia dengan Sinta, sih?! Jujur saja, mimpi itu ribuan kali lebih seram dibanding mimpi didatangi kuntilanak.

Setelah berhasil menenangkan diri, pemuda itu pun bergegas bangkit lalu berjalan menuju kamar mandi. Masih ada sepuluh menit sebelum ibunya menggedor pintu kamarnya.

Setengah jam kemudian, Raka yang sudah berseragam rapi segera menyambar tas ransel hitamnya yang berada di atas meja belajar. Di saat yang bersamaan, secarik kertas meluncur jatuh ketika ia hendak mencangklongkan tas di pundak. Karena penasaran, ia pun memungut kertas itu.

Big thanks to Raka!

Terima kasih, lho. Gara-gara lo akhirnya gue nggak jadi fakir buat seminggu ke depan. :))

Btw, lo jelek banget kalau lagi galau. So, jangan sering-sering galau. Lupain aja Kak Sinta. Dia emang lebai mutusin lo cuma karena masalah sepele begitu.

From: The most beautiful girl in the universe

Raka melotot lalu buru-buru mengecek isi dompetnya.

Rentetan kata makian spontan keluar dari mulutnya ketika tahu isi dompetnya hanyalah selembar sepuluh ribu. Sial, dia lupa kalau uang mingguan lenyap masuk ke kantung Suri karena dia kalah taruhan bola Sabtu kemarin.

Dengan jengkel pemuda itu meremat kertas di tangannya sambil tertawa frustrasi. Dia bingung harus merasa lega atau kesal. Di satu sisi, ia lega karena Suri berhasil membantunya melewati masa galaunya tanpa harus menjadi anak alay yang gemar menyampahi sosmed dengan curhatan lebai. Namun, di sisi lain, dia kesal setengah mati karena Suri sukses membuatnya miskin mendadak! Bah ... awas saja, dia bakal buat perhitungan.

"Raka, kamu lagi ngapain di kamar, sih? Udah jam setengah enam, kamu mau telat ke sekolah, hah?!"

Raka tersentak karena teriakan ibunya dari lantai bawah. "Ya, Ma! Ini juga mau turun," balasnya sambil bergegas keluar kamar.

Sesampainya di lantai satu, sang ibu yang tengah asyik menonton gosip pagi pun memanggil. "Raka, ke sini sebentar, deh."

"Ya, kenapa, Ma?"

"Nanti kamu ke rumahnya Mama Nita sebelum berangkat, ya."

"Mau ngapain?" tanyanya heran.

"Mama Nita titip pesen. Dia minta tolong sama kamu supaya berangkat sekolah bareng Suri."

Mendengar nama Suri, mood Raka langsung terjun bebas. "Ngapain, sih?! Ogah banget. Emangnya Suri nggak punya kaki? Berangkat sendiri kan bisa."

Rahang sang ibu mengeras. Terlihat sekali kalau dia siap untuk mengomel kapan saja. "Raka, mama nggak pernah ngajarin kamu jahat sama orang lain, ya. Kalau Mama Nita sampai minta tolong sama kamu berarti emang ada hal urgent."

Awalnya Raka ingin protes, tapi tidak jadi karena mamanya sudah melotot ganas. Kalau dilanjutkan, bisa-bisa remot tv bakal menghantam mukanya. "Okeee, okeee," ucapnya sambil menggerutu. Ia pun dengan segera menuju dapur untuk menghabiskan jatah sarapannya. Setelah selesai, ia kembali menghampiri ibunya untuk berpamitan. "Raka pamit dulu ya, Ma."

"Sip, jangan lupa pesenannya Mama Nita, lho."

"Iyaaa," sahutnya ogah-ogahan. Diraihnya tangan sang ibu, lalu mendaratkan ciuman singkat pada punggung tangannya. "Raka pergi dulu. Assalamualaikum."

"Wa' alaikumsalam."

Lihat selengkapnya