Setibanya di lapangan parkir sekolah, Suri langsung melompat turun dari atas motor. Ia menunggu dengan sabar ketika Raka sibuk memarkirkan motornya. "Eh, mau ke mana?" tanyanya tepat sebelum Raka melangkah pergi.
"Mau ke kelas, lah," jawab Raka cuek.
"Lo nggak kasihan sama gue?" Suri cemberut sambil menunjuk kepalanya yang masih tertutup helm. "Tolong bukain helemnya, dong."
"Kenapa gue mesti kasihan sama lo? Lo aja nggak pernah kasihan sama gue?"
Suri tersentak, tapi sedetik kemudian mengulum senyum mengejek. "Eh, curhat, nih?"
"You think, Miss? Buka helmnya sendiri sana." Raka berbalik dan berniat untuk pergi ke kelas. Namun, Suri buru-buru mencegah.
"Raka, jangan marah. Gue cuma bercanda." Suri menyengir sambil memukul-mukul manja pundak teman kecilnya itu. "Nanti kalau istirahat, lo gue traktir, deh. Tapi sekarang bantuin gue, ya, please."
Dengan berat hati Raka menuruti permintaan gadis itu. Pelan-pelan ia melepaskan helm norak yang terpasang di kepala Suri. Dari jarak pandang seperti ini, Suri terlihat kecil sekali. Tinggi gadis itu hanya sebatas dadanya. Raka seketika menahan tawa. Dia jadi seperti berhadapan dengan Hobbit.
Omong-omong, Raka tidak ingat sejak kapan perbedaan tubuh mereka jadi sejauh ini. Kalau dibanding dengan waktu mereka SD dulu, rasanya sangat mustahil membayangkan jika Raka dan Suri memiliki postur badan yang nyaris sama besarnya. "Sur, pulang sekolah gue mau ngerjain tugas di rumah Adnan."
Suri menggerung sebagai jawaban.
Setelah terlepas helm terlepas, Raka langsung meletakkannya di atas setang motor miliknya. "Udah tuh. Sekarang gue mau ke kelas."
"Eh, tunggu dulu!" Suri menarik lengan Raka lagi. "Sekalian, dong, tolong iketin rambut gue," pinta gadis itu sembari menyodorkan ikat rambut berwarna biru kepadanya.
"Ogah. Sendiri aja sana."
"Jahat, ih."
"Cie ... pagi-pagi udah mesra," cetus seseorang dari belakang yang diiringi dengan siulan menggoda. Raka spontan menoleh dan langsung menemukan Adnan yang kini tengah tersenyum tengil melihat interaksi mereka berdua.
Raka mendelik ganas, lalu dengan cepat mengambil sebuah batu berukuran sedang untuk menggertak teman semejanya itu.
"Galak banget—eh, sorry, sorry!" seru Adnan. Ia pun langsung angkat kaki sebelum Raka benar-benar melukai kepalanya.
Melihat kepergian Adnan, Raka melengos dan kembali memusatkan atensinya pada Suri. Ia lalu mengambil ikat rambut Suri dan memerintahkan gadis itu untuk berbalik.
Pelan-pelan Raka menyisir rambut panjang Suri dengan dua tangan. Rambut gadis itu terasa sangat tebal, lembut dan juga wangi. Kalau dipikir-pikir lagi, anggota tubuh yang paling Raka suka dari Suri adalah rambutnya. Apalagi kalau rambutnya itu sudah dikepang dua, Suri bakal kelihatan lucu sekali. Dulu, ia kerap kali menggoda Suri dengan menarik-narik kepangan rambutnya itu karena gemas.
"Duh, Ka! Pelan-pelan dong narik rambutnya." Suri menepuk tangan Raka, membuat pemuda itu sadar dari lamunannya tentang masa lalu.
"Iya, sorry," balas Raka sambil mengangkat semua rambut Suri ke atas. Awalnya, Raka ingin menyelesaikan masalah ikat-mengikat ini dengan cepat, tapi sayang kemunculan seorang gadis dari pintu gerbang berhasil mencuri perhatiannya kembali.
"Ka, buruan. Lama banget, sih," tegur Suri. Ia pun menoleh ke belakang, dan terkejut mendapati ekspresi Raka berubah sendu.
Tanpa diminta Suri langsung mengikuti arah pandang Raka. Dari tempatnya berdiri, ia dapat melihat seorang gadis berambut sebahu, dengan masker hijau yang menutupi sebagian wajah, berjalan memasuki gerbang. Gadis itu terlihat begitu defensif karena terus saja mendekap kedua tangannya yang terbungkus lengan kemeja di atas perut. Oh, ia jadi tahu sekarang kenapa Raka mendadak bertingkah super ngeselin begitu.