Takdir memang selalu punya cara untuk mengejutkannya di waktu dan tempat yang sama sekali tak pernah ia bayangkan. Ya Tuhan, ia hanya ingin menjalani kehidupan layaknya manusia normal setelah beberapa tahun menjalani terapi melelahkan guna mengembalikan kewarasannya. Namun, siapa sangka orang yang menjadi sumber masalahnya kini berada di dekatnya?
Jujur, ia kaget setengah mati saat melihat Raka di kelas pertamanya. Ia kira rasa kagetnya hanya sampai di situ. Namun sayang, takdir masih ingin mempermainkannya, karena rupanya, Suri juga bersekolah di sini. Jantungnya serasa berhenti berdetak ketika melihat sosok Suri.
Ekspresi apa yang harus ia tunjukan jika bertemu dengan Suri lagi? Ia yakin masih bisa menyembunyikan emosinya ketika mengajar, tetapi bagaimana jika mereka berdua tak sengaja berpapasan seperti tadi? Sungguh, dia belum siap. Tanpa ia sadari tangannya basah oleh keringat dingin.
Apa ... ia batalkan saja kontrak mengajar ini? Tapi hal itu tentu sangat tak profesional. Ia juga tak mau mengecewakan pamannya yang telah bersusah payah mencarikan pekerjaan untuknya. Oh, apa yang harus dia lakukan, ya Tuhan?
"Pak Wildan, bagaimana pengalaman mengajar hari pertamanya? Lancar-lancar aja?" Salah seorang guru wanita bertanya.
Wildan tersentak kaget. "A-ah, lancar kok, Bu. Anak-anak di sini manis-manis semua," jawabnya sambil berpura-pura merapikan buku-buku anak murid.
Guru wanita itu tertawa keras sekali. Untung saja di ruang guru ini hanya ada mereka berdua. "Ah, Pak Wildan belum tahu aja. Tapi, kalau menurut saya, guru cowok apalagi yang masih muda pasti disegani, deh. Percaya sama saya."
Wildan meringis canggung. Bingung bagaimana caranya menanggapi perkataan rekan sejawatnya itu. "Ah, terima kasih, Bu. Saya jadi malu."
"Kalau ada apa-apa, tinggal bilang aja sama saya. Saya pasti bantu."
Wildan mengangguk kecil seraya mengucapkan terima kasih.
-oOo-
Di dalam kelas Suri rasanya ingin mengamuk sambil menangis. Kenapa Wildan muncul lagi di hadapannya?! Apakah laki-laki itu tidak tahu bagaimana tersiksanya ia saat menjalani sesi konseling guna menata kepercayaan dirinya yang sempat hancur?
Suri mulai belingsatan di atas kursi. Dessy yang duduk di sampingnya otomatis memijat kepala. Pening rasanya melihat tingkah Suri yang tak bisa diam begitu. "Lo bisa duduk tenang, nggak, sih? Lo kayak cacing kepanasan tahu!" bisiknya gemas.
Suri mendengkus menahan kesal. "Bodo amat."
Dessy berdecak jengah dan mengambil sikap masa bodoh. Sebab, ia tahu jika temannya itu mulai masuk ke dalam mode ngambek begitu pasti sangat sulit dijinakkan. Pada akhirnya, sampai jam pelajaran terakhir Suri sama sekali tidak fokus mengikuti pelajaran.