Two Regrets

Anisha Dayu
Chapter #9

Rasa Benci yang Tertinggal

Suri menangisi uang tiga puluh ribunya yang melayang ke kantong abang ojek. Setibanya di teras, gadis itu terkejut saat melihat kaki berbulu Rere yang menyembul di antara celah teralis jendela. Begitu didekati, ia bisa melihat sosok Rere yang tengah berteriak-teriak. Oops, dia lupa kalau tadi mamanya berpesan tak bisa memberi makan Rere karena harus pergi ke rumah budenya siang tadi.

Ketika ia memasuki rumah, Rere langsung menyambutnya dengan heboh. Kucing gendut itu mengeong keras sambil melingkar-lingkar di kakinya. "Aduh, iyaaa, iyaaa. Kamu laper, kan? Sebentar, sebentar—aduh!" Nyaris saja dia terjatuh karena tersandung buntut Rere.

Setelah meletakkan tasnya di sofa dan melepas arm sling-nya, Suri melanjutkan langkah menuju dapur dengan Rere yang mengikuti dari belakang. Sesampainya di sana, matanya spontan melotot saat melihat kekacuan di sana; kantong makanan Rere tergeletak di lantai dengan isi berceceran, belum lagi mangkuk air yang terguling dengan isi tumpah ke mana-mana.

"REREEE!!" Suri menjerit frustrasi. Dengan cepat ia melongok ke bawah meja makan. Di sana ia menemukan pecahan gelas beling. Argghh ... rasanya Suri ingin meraung-raung. Ini pasti karena Rere telat dikasih makan sehingga kucing gendut itu memaksakan diri untuk naik ke rak di mana makanannya disimpan.

Suri melirik emosi ke arah Rere, tapi kemudian ekspresinya tiba-tiba melunak ketika Rere menggesekan kepalanya di kakinya sambil mengeong lembut. Ugh, dia memang selalu kalah kalau sudah berhadapan dengan keimutan kucingnya.

"Iya, dimaafin. Gue tahu lo laper," kata Suri yang seolah-olah mengerti gerak-gerik yang ditunjukan Rere. Gadis itu lalu memijit pelipisnya sambil menghela napas panjang. Karena kemungkinan ibunya pulang masih lama, akhirnya dialah yang harus membereskan semua kekacauan itu.

"Kalau bukan kucing gue, udah gue lempar dari lantai dua Si Rere," gerutunya sambil memunguti pecahan beling.

-oOo-

Setengah jam berlalu, akhirnya perjuangan Suri selesai. Padahal kalau tangannya sehat, pekerjaan itu pasti bisa selesai jauh lebih cepat. Sambil meringis menahan linu di tangan, ia menaiki tangga lalu masuk ke dalam kamar.

Gadis itu kemudian merebahkan tubuhnya di tempat tidur tanpa berganti baju terlebih dulu. Hari ini sungguh membuatnya capek lahir batin. Mulai dari tangannya yang terkadang nyut-nyutan selama pelajaran berlangsung, ulangan mendadak sehabis upacara, hingga kekacauan yang dibuat Rere, ditambah lagi pertemuannya dengan Wildan yang tak pernah ia bayangkan sama sekali.

Suri meniup poninya kesal. Ketika ia menoleh ke kanan, tanpa sengaja matanya menangkap sebuah pigura di dinding yang berisi piagam penghargaan lomba mengeja yang pernah ikuti dulu. Kebetulan Wildan lah yang menjadi mentornya ketika itu.

Lihat selengkapnya