Raka mendesah. Teringat cerita tragis Reno membuatnya kepikiran sepanjang perjalanan menuju rumah. Memang benar kata sepupunya Adnan itu, masalahnya dengan Sinta harus dibicarakan baik-baik. Ia tak mau terus-terusan diombang-ambing begini. Ia butuh kejelasan, meski fakta yang bakal diterimanya mungkin menyakitkan, tapi itu lebih baik dibanding ia harus menanggung rasa penasaran seumur hidup.
Jam digital di ponsel sudah menunjukkan pukul setengah sembilan malam. Raka mengumpat. Gara-gara kecelakaan, jalan yang biasa ia lewati ditutup sementara. Karena hal itu ia harus mengambil jalan yang jauhnya dua kali lipat. Sialnya, di jalan alternatif itu pun ia sempat terjebak macet. Perfecto combo. Seharusnya ia sudah sampai sekitar jam setengah tujuh tadi. Ugh ... dia pasti bakal kena semprot.
Raka menghela napas panjang, lalu menghembuskannya lewat mulut. Tarik, buang, tarik, buang, begitu terus sampai hatinya siap untuk mendengarkan omelan panjang ibunya yang sebentar lagi bakal ia terima. Suri selalu menertawai kebiasaannya ini. Katanya, dia jadi mirip ibu-ibu yang mau melahirkan. Ah, persetan soal Suri.
Pelan-pelan Raka mendorong pagar rumah. Di dalam garasi sudah terparkir sebuah mobil MPV warna abu-abu metalik milik ayahnya. Bagus. Sekarang bukan hanya ibunya yang bakal marah, ayahnya pun pasti ikut-ikutan murka.
Baru saja ia selesai memasukan motor ke dalam garasi, pintu utama mendadak terbuka dan langsung menampilkan sosok ibunya yang tengah melotot.
Raka spontan menyengir ngeri. "Eh, Mama. Assalamualaikum," sapanya sambil melesat mendekati ibunya. Dengan cepat ia meraih lalu mencium punggung tangan wanita itu.
"Nggak usah cengengesan! Kenapa jam segini baru pulang, hah?!" bentak sang ibu. Raka refleks melangkah mundur karena takut kena pukul.
Raka menelan ludah gugup. "Kan Raka udah bilang bakal pulang telat buat ngerjain tugas.
"Kamu janji pulang jam berapa, hm?" Ibunya bersedekap dan auranya begitu mengintimidasi.
Raka menyengir. "Jam tujuh." Tapi kemudian ia buru-buru menambahkan. "Ta-tadi ada kecelakaan, Ma. Jalanan ditutup, makanya Raka ambil jalan muter dari biasanya. Plus—"
Sang ibu mendengkus keras. "Kamu ini. Mama bilang kalau telat kasih kabar! Mama, kan, jadinya nggak was-was."