Pagi ini Raka merasa nyawanya hilang setengah. Yeah, game online dan pertandingan bola bukan kombinasi yang bagus, apalagi tadi malam ia juga mengalami mimpi dikejar sepasukan kecoa terbang. Alhasil dia baru bisa tidur jam tiga pagi.
Ketika sampai di meja makan, di sana cuma terdapat papanya yang telah selesai sarapan. "Lho, mama mana, Pa?" tanyanya sambil mendudukan dirinya di kursi makan.
"Ke warung sebentar," jawab sang ayah sambil menyambar tas kerjanya yang tergeletak di meja.
"Oh, oke." Raka kemudian mendudukan dirinya di salah satu kursi makan. Fokusnya terbelah ketika matanya menangkap sebuah amplop warna putih yang tergeletak tak jauh dari piringnya. "Ini apa, Pa?" tanyanya kemudian.
"Oh, itu surat sakitnya Suri. Nanti kamu bawa ke sekolah dan kasih ke ketua kelasnya, ya."
"Suri? Tumben amat. Kenapa dia, Pa?" tanya Raka sambil menyendok nasi.
Sang ayah mengangkat bahu. "Tadi sih yang papa dengar Suri sempat demam kemarin malam."
Raka mengangkat alisnya. "Kenapa? Perasaan kemarin baik-baik aja."
"Nggak tahu. Sudah, ah. Papa mau berangkat dulu. Takut telat. Oh, bilangin mama juga kalau pesanan dia udah selesai."
"Pesanan?"
Sang ayah mencebik sambil melirik susunan piring bersih di atas rak kecil yang berada di sebelah bak cuci piring. Raka spontan menyemburkan tawa. Ibunya memang luar biasa karena bisa membuat lelaki macho macam ayahnya mau melakukan pekerjaan rumah tangga.
"Sip!" Raka mengacungkan jempol.
"Raka, papa pergi dulu, ya! Assalamualaikum," teriak ayahnya dari teras.
"Wa'alaikumsalam. Biar nanti Raka yang tutup pintunya, Pa!"
"Oke," sahut ayahnya. Kemudian, terdengar suara pintu pagar digeser yang disusul dengan deru mesin mobil yang makin lama makin menjauh.
Setelah kepergian sang ayah, Raka buru-buru menyelesaikan sarapannya. Secepat kilat ia mencuci piring, kemudian menuliskan sebuah notes untuk ibunya, lalu menempelkan notes itu di pintu kulkas.