Ibunya sadar ada yang aneh dari Suri. Semenjak pulang dari rumah sakit—ah, bukan. Bukan sejak pulang dari rumah sakit. Bahkan sejak mereka berdua memasuki ruang poli orthopedi, Suri terus-terusan memasang tampang serius. Seakan-akan ia tengah memecahkan soal olimpiade fisika paling sulit.
“Kamu kenapa, sih, Sayang?” tanya sang ibu yang tengah memotong-motong sayuran untuk makan malam nanti. Di dekat kakinya ada Rere yang senantiasa menunggu dengan manis. Hal ini merupakan kebiasaan Rere. Kucing itu pasti tak mau keluar dari dapur jika ibunya sedang memasak.
Suri menggeleng pelan. “Nggak kenapa-kenapa.”
Dusta. Sebenarnya mood-nya sedang tidak bagus. Penyebabnya adalah Sinta dan lelaki asing yang tak dikenal itu. Di dalam pikirannya berkecamuk berbagai macam skenario tentang hubungan mereka. Suri menggeleng sekali lagi saat suudzon-nya makin parah.
“Oh, begitu?” ibunya menarik napas pelan. “Ya, udah, kalau gitu kamu mandi dulu sana. Sudah sore, nih.”
“Ya, Ma.” Suri menurut. Ia kemudian beranjak dari kursi makan menuju kamarnya. Namun, baru saja ia sampai di depan tangga, ponsel yang berada di saku celananya tiba-tiba bergetar. Ah, ternyata ada chat masuk dari Dessy.
Lo udah terima copyan catatan hari ini? Ada PRnya juga tuh!
Alis Suri terangkat sebelah. Ia kemudian dengan cepat mengetikkan sesuatu.
Hah? Catatan dari siapa?
Tak sampai setengah menit, chat balasan datang.
Dari Raka. Tadi gue titip copy catatan hari ini ke dia. Udah terima belum?
Raka? Kakinya otomatis melangkah menuju ruang tamu. Ia pun menyingkap gorden yang menutupi jendela untuk melihat kondisi rumah Raka. Beberapa detik kemudian ia berbalik sambil mengetikkan pesan balasan untuk Dessy.
Gue cek langsung, deh! Soalnya Raka nggak kasih tahu gue kalo elo titip catatan ke dia
Suri memasukkan lagi ponselnya itu ke saku celana dan bergegas menuju dapur. “Ma, Suri ke rumah Raka dulu, ya!” pamitnya.
Gerakan ibunya yang tengah memotong sayuran terhenti seketika. “Mau ngapain?”
“Suri mau ambil catatan yang dititipin Dessy ke Raka.”
“Oh, ya udah.” Ibunya kembali melanjutkan kegiatannya yang sempat tertunda. Suri yang melihat itu memutuskan untuk cepat-cepat ke rumah Raka.
Sesampainya di depan rumah Raka, Suri menatap gerbang berwana hitam itu dengan dahi berkerut. Slot pagar rumahnya tidak dikunci. Ia kemudian memasuki pekarangan rumah Raka ragu-ragu. Di sana ia menemukan motor Raka terparkir sembarangan dengan kunci yang masih menggantung pada stop kontak.
Aneh. Raka itu bukan pribadi teledor. Kalaupun Raka lupa, ia yakin Mama Dian pasti yang akan mencabut kunci itu ditambah dengan hadiah jitakan dan jeweran di telinga, tentu saja.
Gadis itu tiba-tiba terdiam sejenak. Apa jangan-jangan Mama Dian tidak ada di rumah?
Tak mau berlama-lama, ia pun mencabut kunci itu lalu berjalan cepat menuju pintu utama. Sesampainya di sana, gadis itu terperanjat ketika menemukan pintu utama juga tak dikunci. Bahkan lebih parah. Pintu itu tidak tertutup rapat! Disundul kucing saja pintu itu pasti sudah terbuka lebar!
Suri langsung berlari menuju kamar Raka yang berada di lantai dua sambil berteriak, “Raka!”
Tadinya ia ingin marah-marah atas keteledoran teman masa kecilnya itu. Namun, baru saja ia sampai di anak tangga paling atas, dirinya sudah disambut oleh suara berisik game online yang berasal dari kamar Raka. Secara refleks Suri berhenti tepat di depan pintu kamarnya.
Pintu kamar Raka tak tertutup rapat hingga menyisakan sedikit celah untuknya mengintip ke dalam. Dari tempatnya berdiri, Suri dapat menyaksikan Raka tengah fokus di depan laptopnya yang tengah menyala.