Two Regrets

Anisha Dayu
Chapter #19

When Will It Stop?

Pagi ini, Suri dibikin kesal setengah mati oleh Jun. Karena kakaknya itu bangun kesiangan, mereka jadi cuma punya waktu lima belas menit menuju sekolah. Kebut-kebutan ala Fast and Furious di jalan pun benar-benar tak terhindarkan. 

“Mas, awas nabrak!” jerit Suri yang dibarengi dengan decitan rem. Jantungnya nyaris melompat keluar saat motor yang mereka tumpangi hampir menabrak salah satu siswa. Untungnya dia tidak kenal. Kalau kenal kan bisa gawat.

“Oke, sudah sampai!” seru Jun sambil menyengir lebar. Suri yang melihat itu langsung memukul punggungnya.

“Nggak lucu. Emangnya Mas mau mati? Kalau mau mati sendirian aja! Nggak usah ngajak-ngajak.” Suri segera menyerahkan helm hitam yang tadi dipakainya kepada Jun. 

“Iya, maaf, Dedekku sayaaang. Jangan ngambek lagi, yaaa.” Jun cengengesan sambil mengganti helm yang dipakainya dengan helm hitam yang dipakai Suri.Karena sebelum berangkat tadi adiknya sempat marah-marah dan bersikeras untuk memakai helmnya, ia pun tak bisa menolak. 

“Udah, ya. Suri mau masuk dulu. Terima kasih udah mau nganterin,” ucap Suri keki.

“Eh, tunggu dulu!” cegah Jun.

Suri menggerung sebal ketika tangannya ditarik oleh sang kakak. “Apaan lagi? Udah mau bel, nih!”

Ekspresi konyol Jun mendadak berubah serius. “Ingat kata mama tadi, kan? Hati-hati pakai tangannya. Jangan pulang lewat dari jam enam dan pulangnya harus naik ojol, oke?”

Suri merengut. Jun yang tak tahan langsung mencubit pipinya. 

“Bilang oke dulu. Baru dilepasin,” kata Jun ketika Suri meronta minta dilepaskan.

“Iyaaa. Udah, dong. Sakit nih!”

“Nah, gitu, doong!” Jun tersenyum sambil menepuk-nepuk kepala Suri. “Nanti kalau kamu nggak ngelanggar janji, pas pulang nanti Mas Jun bakal bawain es krim goreng, deh.”

Mendengar kudapan favoritnya, muka Suri berubah cerah. “Emangnya nanti malam Mas Jun pulang jam berapa?”

“Nggak lama, sih. Cuma mau ketemu klien doang sore nanti. Paling sampai rumah sekitar jam delapan.”

Suri tersenyum lebar. “Oke, sip! Tapi Mas harus beliin dua buat aku.”

Jun terkekeh tetapi kemudian atensinya teralihkan saat seseorang memanggil nama adiknya dari kejauhan.

“Suri!” Dessy melambai lalu cepat-cepat mendatangi mereka berdua. “Eh, ada Kak Jun juga. Apa kabar, Kak?” sapanya pada Jun. Jun membalasnya dengan senyum dan anggukan kecil.

“Eh, kenapa lo baru dateng? Tumben,” tanya Suri heran.

“Kesiangan. Semalem lembur meriksa tugas anak-anak les” Dessy menyengir lebar, “Oh, omong-omong, tangan lo udah nggak digantung lagi, Sur?”

Suri menggeleng bangga. “Udah nggak sakit, dooong!”

Dessy tertawa usil. “Masa, sih? Sini gue pencet.”

“Jangaaan!” Suri buru-buru menyembunyikan tangannya dari niat jelek Dessy. 

Jun yang melihat tingkah dua remaja di depannya pun ikut tertawa jahil.

Merasa dipermainkan, Suri kemudian memukul lengan kakaknya. “Ih, dasar rese! Udah aku mau masuk,” ucapnya jengkel sambil berlari meninggalkan kakaknya. Dessy yang melihat itu pun memutuskan untuk menyusul setelah memberikan salam perpisahan pada Jun

-oOo-

Hari ini Adnan merasa ada yang berbeda dari Raka. Tidak seperti kemarin-kemarin yang sering misuh-misuh sendiri, hari ini dia terlihat begitu santai seolah-olah beban hidupnya berkurang. 

Raka mengerutkan dahinya saat menangkap basah Adnan yang terus memerhatikannya sejak masuk kelas. “Ngapain sih lo ngeliatin gue sampe segitunya? Naksir?”

Adnan mendadak tersedak ludahnya sendiri. “Jijik banget, sih!” 

“Ya, salah lo, dong. Ngapain lo sampai segitunya ngelihatin gue,” balas Raka cuek. 

Adnan menggerung jengkel. Rasanya rugi karena telah mengkhawatirkan temannya itu. “Nggak ada apa-apa—oh, omong-omong, lo udah ngerjain PR matematika?” 

Raka tiba-tiba menggebrak meja. Adnan yang mendengarnya sampai melompat kaget.

“Kenapa, sih, lo? Jantungan gue, nih!” sentak Adnan sambil mengusap-usap dada.

Lihat selengkapnya