Lili's Sin

Rizki De
Chapter #2

Pertemuan

“Sudah kukatakan ini sangat merepotkan.”

“Yeah...aku tahu, tapi mau bagaimana lagi. Ini keputusan Bos baru kita.”

“Oh baiklah, kadang menjadi pewaris itu adalah keberuntungan yang buruk!”

“Thompson Company memang luar biasa!”

“Dia putra tunggal Mr. James, kan? Oh tidak, dia benar-benar berbeda.”

“Dia tidak sama seperti Ayahnya.”

“Dia hanya bocah!”

“Oh yaampun...lihat wajahnya, tampan sekali~~”

“Dia keren!”

“Dia seperti Pangeran iblis....”

Itulah gosip yang selalu terdengar di perusahaan ini, Thompson Company. Salah satu dari sepuluh perusahaan terbesar Amerika yang memiliki cabang di seluruh dunia. Semua karyawan dan pekerjanya selalu mengeluh dan membicarakan gosip tentang ini dan itu. Terutama tentang Bos baru kami, Garry Gabriel Thompson. Putra tunggal dari Mr. James Thompson yang hebat.

Mereka, teman-teman kerjaku tidak suka dengan Bos baru kami, Garry Thompson. Mereka selalu bilang kalau Garry tidak bisa menjalankan tugasnya dengan baik sebagai Bos. Dia pemalas, impulsif, tidak becus dan yang paling buruk diatas segalanya adalah...dia seorang playboy.

Dia suka bergonta-ganti pacar. Mempermainkan hati para gadis lalu menghancurkannya setelah bosan. Atau yang terburuk, hubungan percintaannya dapat berakhir dalam satu malam saja. Kemudian besoknya dia seperti tidak mengenal gadis itu. Itu buruk. Yeah...aku tahu itu.

Dan karena hal itu juga, aku tidak mau terlibat dengannya.

“Pagi, Lily.” Sapa seorang teman kerjaku, Melisa Robert. Dia adalah seorang kulit hitam keturunan Afrika-Amerika yang berasal dari Brooklyn. Namun karena tuntutan pekerjaan ia juga harus mati-matian menyewa sebuah apartemen murah di Portland.

“Pagi, Melisa.” Jawabku sembari tersenyum. Kemudian gadis itu mengikutiku ke lift menuju lantai sepuluh.

“Kau sudah dengar berita baru tentang Bos kita, Lily?”

Alisku berkerut, sejujurnya aku kurang suka membahas tentang gosip ini. “Tentang apa?”

“Dia baru saja pacaran dengan Belle!” ucap Melisa menggebu. “Oh Tuhan, aku benar-benar tidak mengerti kenapa dia selalu membuat ulah di perusahaan ini. Dan Belle,...oh, kasihan sekali dia, gadis cantik itu akan berakhir dengan sakit hati.”

Aku hanya tersenyum mendengarnya. Lebih karena tidak tahu harus membalas dengan kata-kata apa. Aku tidak terlalu suka dengan gosip dan segala hal yang menjelekkan orang lain. Terlebih, jika itu adalah sebuah fitah atau malah kebohongan. Aku telah lama meninggalkannya. Bertahun-tahun lalu. Semua itu sangatlah mengerikan.

“Jika Belle itu aku, aku tidak akan mau berpacaran dengan laki-laki macam Bos. Setampan apapun dia, atau sekaya apapun dia, Garry Thomson adalah Pria yang buruk— “

Suara Melisa seketika lenyap seiring dengan denting pintu lift yang terbuka. Seorang laki-laki jangkung berstelan

rapih masuk ke dalam lift. Dia sempat tersenyum melihat Melisa yang membeku di posisinya. Aku mundur beberapa langkah di belakang Melisa seraya menunduk. Lebih karena tidak ingin berurusan dengan sesuatu yang tak diinginkan.

Dari pandanganku yang memandang lantai lift, sepasang kaki bersepatu hitam mahal itu memutar tubuhnya menghadap pintu lift. Lalu terdengar bunyi tombol yang dipencet. Kesunyian seketika menyelimuti kami seperti perangkap yang menakutkan. Tidak ada suara yang keluar, sekalipun itu suara hembusan nafas.

Kulirik Melisa, dan...oh Tuhan. Kelihatannya dia memang tidak bernafas. Memandang lurus laki-laki berpakaian mahal dan modis di depannya itu tak berkedip. Seolah ia baru saja diubah menjadi batu dengan raut seperti melihat hantu.

Kuberanikan diriku untuk melirik laki-laki yang memiliki kuasa penuh atas Thompson Company ini. Dia adalah seorang laki-laki berambut coklat dengan potongan rapih. Dia memunggungi kami, namun dari postur tegap itu, kuyakin dia bukanlah tipe orang yang akan dengan mudah untuk dijatuhkan dalam sebuah perkelahian. Dan selama satu tahun aku bekerja di Thompson Company, ini pertama kalinya aku berada di dalam tempat yang sama dengannya. Bahkan jarak kami tidak lebih dari satu langkah lebar. Sekalipun ia baru satu bulan memegang kendali perusahaan, dan sekalipun aku tidak melihat wajahnya yang selalu heboh diperbincangkan itu, aku tidak ingin mengenalnya.

Lihat selengkapnya