Lili

Ria Rahmawati
Chapter #12

#11

Entah ini hanya perasaan saja, atau memang perputaran waktu menjadi terlalu cepat belakangan ini. Rasanya baru juga kemarin Lili merasakan akhir pekannya begitu out of the box karena kedatangan cowok yang sama dengan cowok yang menelponnya dua hari yang lalu itu—dan cowok yang sama dengan cowok yang selalu menyempatkan diri untuk menoleh ke meja Lili tiap kali cowok itu hendak keluar kelas.Bikin deg-deg-an aja!

Hari kamis adalah hari yang paling nggak ditunggu-tunggu oleh Lili karena dihari inilah XI S1 kedapatan olahraga. Yang bikin malesnya lagi, jika kebanyakan pelajaran olahraga di sekolah lain itu jamnya di pagi hari, tetapi berbeda dengan SMA Sriwijaya yang lebih memilih meletakkan jadwal pelajaran itu sehabis istirahat kedua dimana matahari sedang semangat-semangatnya memancarkan sinar di atas sana. Si matahari itu bahkan nggak mikirin para manusia yang bakal gosong karena sinar UV kepanasan di Bumi. Pokoknya mah yang penting sinarin aja, gitu mungkin kalau saja matahari bisa punya pikiran.

"Ih gue ngiri deh sama lo, Li!" Niken mendesah, cewek itu sudah memakai pakaian olahraga lengkap sambil menaruh pakaian seragamnya ke kolong meja. Matanya pendar menatap teman sebangkunya yang masih berpakaian seragam lengkap. Plus, rubik ditangan.

Berbahagialah bagi kalian kaum berjenis kelamin cewek di SMA Sriwijaya ini, karena ada pembebasan pelajaran olahraga—jika sesi belajar di outdoor bukan di dalam kelas—jika mereka sedang datang bulan. Kebijakan yang diberikan pihak Sriwijaya bukanlah tanpa alasan karena dua tahun lalu ada seorang siswi yang sampai pingsan dikarenakan sakit perut pada red day hari pertamanya. Kemudian, orangtua murid itu sampai datang dan menuntut guru olahraga yang saat itu tidak mengizinkan anaknya untuk izin dan berbaring di UKS alih-alih ikut lari jarak pendek. Pada akhirnya, sejak insiden itu kepala sekolah Sriwijaya membuat kebijakan baru yang disetujui bersama guru-guru supaya memberikan dispensasi bagi siswi perempuan yang sedang datang bulan.

"Tau nih, Lili ama Sarah hoki banget. Masa dapet-nya barengan gitu." Gumam Vio, teman sebangku Sarah yang duduk di belakang bangku Lili dan Niken.

Lili dan Sarah saling ber-high five ria, kemudian sama-sama membawa benda kesayangan mereka untuk ikut keluar kelas menuju Pak Terada untuk meminta izin sekaligus untuk absen.

"Yuk ah cuus, kudu ke kantor dulu nih soalnya." Ajak Sarah, lalu mengamit lengan Lili untuk mengajak teman-temannya itu berjalan keluar. Diikuti oleh keempat murid cewek—termasuk Lili dan Sarah—yang juga meninggalkan kelas, Niken yang paling terakhir keluar menutup pintu kelas mereka dengan santai kemudian berlari kecil menyusul teman-temannya yang sudah berjalan di depan koridor S2, lalu mereka sama-sama berjalan bersisian hingga melewati XI S3 dan S4, hingga mencapai tangga.

Lili menghentikan langkah ketika ia melupakan sesuatu. Tangannya memukul dahi pelan karena melupakan hal yang begitu penting di jaman milenial seperti ini, "Tunggu," langkahnya berhenti. Ketiga teman cewek lainnya itu sontak berhenti juga, dan menatap Lili bingung. Lili kembali mencetuskan, "HP gue kayaknya masih di laci meja deh, soalnya nggak ada nih di kantong seragam..." katanya sambil menepuk-nepuk saku seragamnya.

"Yaudah yuk gue temenin ambil?" Niken menawarkan diri, cewek dengan seragam olahraga itu hendak melangkah menemani, namun Lili langsung menggeleng.

"Nggak usah, kalian duluan aja, lagian Vio sama Niken kan ikut olahraga, tau aja bapak berlengkung mata tajam itu gimana kan..."

"Ya udah, kami nunggu di bawah ya kalo gitu? Jan lama-lama okey?"

"He'eh, lari pake roket gue ntar, tenang aja." Celetuk Lili asal.

"Ke kelas IPA yang ada kalo elo pake roket, Li. Ngapelin gebetan. Uhuuy!" Sarah memainkan kedua alisnya naik-turun.

Lili berdecak, namun tak urung tersenyum kecil. "Dah ah, gue ambil HP dulu ya!" ucapnya, kemudian berlari ke arah kelas yang paling ujung.

Dengan satu tangan yang bebas tidak memegang apa-apa, Lili segera membuka pintu kelas dan melangkah ke mejanya. Tubuhnya sedikit menunduk, melihat laci meja kemudian mendesah lega saat menemukan benda elektronik yang ia cari. Segera diraihnya HP itu dan memasukkannya ke dalam saku seragam. Kemudian dengan langkah sedikit buru-buru, Lili segera berjalan keluar dan menutup pintu kelas itu. Cewek itu berjalan cepat dengan rubik yang ia dapat di laci mejanya tempo lalu, saat sampai di ujung tangga teratas langkah Lili berhenti. Pandangannya tertuju pada anak tangga terbawah, segerombol anak-anak cowok kelas XI S1 nampak saling bercokol sambil melempar guyonan receh yang terkadang malah seperti dark joke. Membuang napas sekali, ia lalu melangkah menuruni undakan tangga itu satu persatu.

"Oits, kalo sama yang ini pilih mana?"

Oke, siapa lagi kalau bukan si tengil Ares. Cowok itu entah kenapa selalu saja memulai huru-hara dan nggak bisa diam barang sedetik, seperti sekarang Ares merentangkan kedua tangannya menghalangi Lili untuk turun dari sana. Pokoknya, ada aja tingkahnya untuk menggoda mayoritas kaum perempuan—ya walaupun Ares juga melakukan sistem tebang pilih sih. Namun jelas, Lili pasti selalu jadi bahan godaan cowok itu, bahkan saat awal-awal masuk beberapa anak sempat mengira kalau Ares menyukai Lili, namun karena cewek itu memiliki laki-laki lain disisinya—lebih ganteng kemana-mana pula—alhasil, Ares hanya bisa berada di status dekat tapi nggak jadian. Tetapi, setelah tahu memang tabiat cowok itu yang bobrok begini, segala gosip dan prasangka yang dialamatkan ke Ares langsung hilang. Belakangan malah beredar kabar jika Ares menyukai Dipo ketimbang cewek cantik saking dekatnya persahabatan mereka. Namun dari segala persepsi itu, hanya Dipo yang mengetahui siapa cewek yang disukai sahabatnya itu...

Dan sepertinya rahasia itu sudah diketahui oleh anggota baru mereka—Fajir—karena tanpa segaja saat Fajir hendak mengambil alih HP Ares ketika Lili menelepon, Fajir melihat wallpaper pada chat room whatsapp Ares. Yang membuat Fajir tersenyum meledek ketika mengembalikan HP itu kepada si pemiliknya.

"Jir, Niken ato Lili?"

"Res, apaan sih...," Lili mengeluh, "Minggir deh."

"Pake nanya, botak," Dipo menyeletuk, "Kunci jawabannya bahkan udah terpampang nyata gitu." Imbuhnya.

Dipo memang nggak percaya bagaimana sahabatnya satu ini bisa bertahan di 10 besar dengan otak yang kadang nggak banget itu, bahkan dengan PC pentium 2 aja kadang lebih bagusan tu PC ketimbang Ares.

"Aku sih Lili." Suara Angga terdengar menjawab santai. Cowok yang sedang bersandar di dinding menghadap ke beberapa teman-temannya yang duduk dibangku panjang terbuat dari semen di pinggiran koridor.

Lihat selengkapnya