Fajir tidak memahami kenapa Lili mengajaknya mampir ke salah satu pusat perbelanjaan sebelum langkahnya ikut berhenti di salah satu konter roti besar yang terdapat di dalam salah satu Mall yang mereka kunjungi sekarang. Cowok itu mengangkat alis tinggi-tinggi saat Lili menyodorkan nampan kepadanya, namun tanpa kalimat apapun ia tetap mengekor di belakang Lili.
"Gue nggak suka coklat." Ujar Fajir saat Lili menaruh dua potong rotiberukuran sedang yang dibalut coklat tebal.
Lili mengangkat alis. "Tolong ya masnya jangan GR gitu napa, ini bukan buat lo kali." Cetusnya sambil terkikik pelan.
"Buat siapa?"
"Yasnu lah! Dia suka coklat banget." jawab Lili santai, lalu kembali melangkah melihat-lihat deretan roti-roti yang berjajar rapi di etalase.
"Lo itu pacar gue atau pacar Nu sih?"
"Pacar Fajir lah!"
"Terus kenapa yang dipikirin tu anak aja?"
"Karena dia udah bantuin kita," Lili tersenyum sambil mengangkat bahu. Cewek itu kemudian mengambil potongan roti dengan krim keju di atasnya, memindahkannya ke nampan yang di bawa Fajir. "Ini buat tante."
Raut wajah Fajir langsung berubah dan Lili bisa melihatnya. Cewek itu tersenyum kecil sambil mengusap lengan Fajir, lantas menambahkan. "Om Dharma suka apa?"
"Udah ah, yuk."
"Fajir..."
Fajir berdecak, lantas membuang muka. "Nggak tau."
"Yah, Fajir mah gitu..." Lili memerosotkan bahu dengan wajah cemberut. Matanya menatap ke arah etalase kembali, dan memutuskan mengambil roti coklat. Namun, kening Lili berkerut saat Fajir tiba-tiba mengambil alih capitan yang ia pegang, mengembalikan roti itu ke tempat semula dan menggantinya dengan roti srikaya.
"Udah kan? Yuk." Ajak cowok itu, melewatinya berjalan menuju kasir.
Lili menahan senyum dan mengikuti.
Lima menit berikutnya Fajir sudah menunggu di dalam mobil. Tadi, Lili pamit padanya karena tiba-tiba ingin ke toilet dan karena cewek itu bersikeras sendiri saja, akhirnya Fajir memutuskan menunggu di dalam mobil.
Pintu mobil terbuka membuat Fajir menolehkan kepala dari permainan di HP-nya sebentar sebelum kembali fokus pada HP ditangannya. "Udah?" tanyanya.
"Mm, udah." Katanya sambil menyampirkan paperbag ke sisi dekat pintu mobil dan memasang sabuk pengaman.
"Bentar ya Li, nanggung."
"Nanggung mulu." Lili mendumel.
"Ya elo gue ajak main nggak mau."
"Nggak asik tau mabar sama lo," gerutu Lili. "gue cuma disuruh diem doang ngendog di ujung."
"Ya kan gue ntar yang bunuh semuanya. Ntar lo kebunuh, Li."
Lili manyun. "Terus gue diem doang gitu nungguin lo knock dan gue idupin lagi. Lo kira gue tim medis?"
Fajir tertawa lebar. "Iya, iya, ntar kita mabar lagi ya?"
"Beneran?" kedua mata Lili nampak berbinar-binar.